TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

26 Juta Warga Masih Miskin, Tolong, Tolong!

Oleh: US/AY
Sabtu, 16 Juli 2022 | 15:04 WIB
Rumah semi permanen di bantaran sungai Ciliwung. (Ist)
Rumah semi permanen di bantaran sungai Ciliwung. (Ist)

JAKARTA - Berbagai kebijakan sudah dibuat pemerintah untuk meringankan beban rakyat dari serangan pandemi Covid-19. Namun, hasilnya belum cukup ampuh menekan angka kemiskininan. Meskipun ada penurunan, tapi masih ada 26,1 juta warga yang saat ini hidup dalam kemiskinan. Tolong.. tolong.

Data ini mengacu pada hasil survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan Badan Pusat Statistik pada Maret 2022. Menurut BPS, sebanyak 26,1 juta atau 9,54 persen penduduk Indonesia masih berada di bawah garis kemiskinan. Mereka yang dianggap miskin adalah warga yang berpenghasilan di bawah Rp 505.469,00 per kapita.

Jumlah ini turun jika dibanding survei September 2021. Saat itu, jumlah orang miskin mencapai 26,5 juta atau 9,71 persen.

Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan, menurunnya angka kemiskinan seiring dengan pemulihan ekonomi yang terjadi pada kartal I-2022. "Saat ekonomi membaik, kemiskinan berkurang," kata Margo, kemarin.

Meski menurun, kata dia, tingkat kemiskinan masih belum kembali ke level sebelum pandemi Covid-19. Pada Maret 2019, tingkat kemiskinan berada di 9,41 persen, lalu terus membaik pada September 2019 menjadi 9,22 persen.

Namun, tingkat kemiskinan kemudian meningkat pada Maret 2020 menjadi 9,78 persen dan melonjak lagi di bulan September 2020 menjadi 10,19 persen atau 27,55 juta penduduk. Ini adalah titik tertinggi kemiskinan. Penyebabnya adalah pandemi Covid-19.

Menurutnya, saat ini memang sudah ada perbaikan di bidang ekonomi yang membuat angka kemiskinan menurun sedikit. Tapi, perbaikan yang ada masih belum kembali pulih bila dibandingkan sebelum pandemi.

Jumlah penduduk miskin, kata Margo, lebih banyak yang tinggal di pedesaan dibanding dengan di perkotaan. Dari 26,16 juta orang miskin, sebanyak 14,34 juta orang ada di pedesaan. Sisanya, 11,82 juta adalah warga miskin yang tinggal di perkotaan. Namun, Margo melihat penurunan tingkat kemiskinan di perdesaan lebih cepat dibandingkan perkotaan.

Direktur Center of Economic and Law Studie (Celios) Bhima Yudhistira menyebutkan, dalam kondisi gejolak ekonomi dunia saat ini pemerintah harus ekstra hati-hati dalam membuat kebijakan. Kata dia, saat ini dunia dalam bayangan stagflasi. Artinya, pertumbuhan ekonomi menurun sementara inflasi tinggi.

Sejumlah negara sudah mengalaminya. Stagflasi ini biasanya diikuti dengan resesi yang ujungnya berdampak kepada peningkatan biaya hidup. Selain harga komoditas yang meningkat, masyarakat juga akan dihadapi oleh suku bunga pinjaman yang tinggi.

"Bagi pekerja tentu tentu imbasnya biaya hidup semakin mahal, sementara upah hanya naik rata-rata 1 persen, mau cicilan motor dan rumah juga semakin mahal karena suku bunga otomatis naik," tuturnya.

Dalam jangka panjang, Bhima mengatakan pekerja rentan bisa jatuh ke bawah garis kemiskinan meskipun tetap aktif bekerja. "Banyak tekanan yang disebut sebagai cost of living crisis atau krisis biaya hidup," kata Bhima.

Di dunia maya, data BPS soal angka kemiskinan ini jadi perdebatan warganet. Ada yang senang karena menurun, tapi ada juga yang kurang yakin. Mantan Sekretaris BUMN, Said Didu menilai, angka garis kemiskinan yang digunakan BPS sebesar Rp 505 ribu per bulan per kapita kurang rasional. "Rasionalkah angka itu dengan harga-harga yang makin tinggi seperti sekarang?," cuit @msaid_didu.

Senada disampaikan @arpas2000. Kata dia, BPS memakai indikator garis kemiskinan 500 ribu rupiah/kapita per bulan saja, penduduk miskin 26 juta orang. Apalagi memakai indikator world bank 5,5 dolar AS per hari per kapita. "Penduduk miskin bisa lebih dari 200 juta orang," ungkapnya.

Akun @BMisuh berpendapat, turunnya angka kemiskinan saat ini tak lain dari banyaknya warga yang meninggal karena Covid-19. “Yang kaya tetap kaya, yang miskin meninggal terhimpit ekonomi dan pandemi,” cuitnya.

“Penurunan penduduk miskin apa persentase penilaian nya yang diturunkan? Ambigu,” timpal @meghanaiwawai.

“Cara menurunkan kemiskinan? Gampang, kita ubah saja definisi kemiskinan,” sindir @getter_slow. (rm.id)

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo