TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Renault Dan VinFast Mau Investasi Mobil Listrik Di Indonesia

Laporan: AY
Sabtu, 30 Maret 2024 | 11:02 WIB
Pembukaan Pameran Mobil GAIKINDO. Foto : Ist
Pembukaan Pameran Mobil GAIKINDO. Foto : Ist

JAKARTA - Dua Perusahaan besar otomotif dunia asal Prancis dan Vietnam siap berinvestasi di Indonesia untuk meningkatkan ekosistem kendaraan listrik. Keduanya ingin menjajal pasar di Tanah Air.
Kabar gembira ini disampaikan Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita. Menurutnya, kedua perusahaan tersebut telah menjalin kesepakatan atau komitmen investasi.
“Sekarang VinFast (Vietnam) sedang mencari lahan untuk bangun pabrik. Kami juga sudah ketemu dengan Renault (Prancis) dari Eropa, mereka sudah siap melakukan investasi Electric Vehicle (EV) di Indonesia,” kata Agus di Jakarta, Kamis (28/3/2024).

Agus mengatakan, kedua pabrikan tersebut meminta agar bisa memasukkan beberapa produk dengan jenis yang sama. Mereka juga minta diberikan kesempatan untuk tes pasar di Indonesia.

“Jadi, insentif sudah nggak ada lagi yang mereka minta, karena yang diminta sudah ada semua di kebijakan,” ujar Agus.
Dalam kebijakan investasi bagi kendaraan listrik di Indonesia, Pemerintah sebelumnya akan menyiapkan insentif yang dibutuhkan investor supaya mau membangun pabrik mobil listrik di Indonesia.

Agus menjelaskan, Indonesia memiliki empat pabrik mobil listrik, yakni milik Wuling, DFSK, Hyundai dan Chery. Namun, kapasitas produksi dari keempat pabrik tersebut masih rendah.
Menurutnya, pembangunan pabrik mobil listrik di dalam negeri dibutuhkan untuk mencapai target serapan pasar kendaraan, agar Indonesia bisa bersaing di pasar internasional.

“Industri otomotif di dalam negeri ditargetkan dapat memproduksi sembilan juta unit sepeda motor listrik roda dua dan tiga, serta 600 ribu unit mobil dan bus listrik,” kata Agus.

Target tersebut diharapkan dapat berkontribusi terhadap pengurangan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) sebesar 21,65 juta barel atau setara pengurangan emisi CO2 sebanyak 7,9 juta ton secara total.
Selain pabrik perakitan kendaraan, Indonesia juga memerlukan pabrik baterai dalam ekosistem pengembangan kendaraan listrik.

Dengan memproduksi baterai mobil listrik di dalam negeri, maka bisa mengurangi harga kendaraan tersebut hingga 30 persen,” kata Agus.
Agus mengatakan, secara komponen, harga baterai mobil listrik cukup mahal karena berkisar 40-50 persen dari total harga mobil listrik yang dijual.
Dengan memproduksi baterai di dalam negeri, secara langsung dapat memangkas harga jual mobil ramah lingkungan tersebut.

“Kalau baterainya sudah kita produksi di dalam negeri, maka penggunaan komponen dalam negeri kita akan semakin tinggi. Insya Allah nanti akan jadi daya tarik investasi juga,” ujar Agus.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menargetkan, pada tahun 2030 jumlah mobil listrik bisa tembus 2 juta unit, dan motor listrik sekitar 13 juta unit.
Menurutnya, pada tahun yang sama, target penyediaan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) sekitar 30 ribu unit dan Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik (SPBKLU) sekitar 67 ribu unit untuk mendukung peningkatan penggunaan kendaraan listrik di Indonesia.

Pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengatakan, agar bisa diterima masyarakat Indonesia, produsen kendaraan listrik yang mau berinvestasi harus memperhatikan tiga kendala mobil listrik yang masih jadi pertimbangan masyarakat membeli.
Pertama, harga jual yang belum kompetitif karena terlalu mahal. Kedua, waktu pengisian baterai yang lama dan ketiga jarak tempuh baterai yang masih sedikit.

“Kalau masalah itu bisa diatasi, makin banyak masyarakat yang akan beli mobil listrik. Apalagi diproduksi di dalam negeri,” kata Djoko kepada Redaksi, Jumat (29/3/2024).

Yang terpenting, lanjut dia, Pemerintah Daerah tidak boleh menyulitkan menyulitkan proses investasi yang masuk, sehingga investor kesulitan mengembangkan bisnisnya.
“Jangan sampai mereka rugi berinvestasi di Indonesia dan akhirnya Pemerintah harus merogoh kocek Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk mengambil alih bisnis mereka sebagai bentuk pertanggungjawaban ke investor,” tegas Wakil Ketua Bidang Penguatan dan Pengembangan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) ini. 

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo