Heboh Penyerahan Data Pribadi WNI ke AS, Istana Bilang Nggak Benar

JAKARTA - Seminggu terakhir, heboh isu Indonesia akan menyerahkan data pribadi Warga Negara Indonesia (WNI) ke Amerika Serikat (AS). Menyikapi hal ini, pihak Istana angkat bicara. Istana memastikan, isu tersebut tidak benar.
Isu kesanggupan Indonesia menukarkan data pribadi warganya ke AS muncul setelah Agreement on Reciprocal Trade (ART) dirilis Gedung Putih, Selasa (22/7/2025). Presiden AS Donald Trump menyatakan, penurunan tarif resiprokal 32 persen menjadi 19 persen harus 'ditukar' dengan akses data pribadi warga Indonesia.
Trump membocorkan poin-poin kerja sama perjanjian dagang dengan Indonesia. Salah satu kesepakatannya, komitmen transfer data pribadi dari Indonesia ke Amerika Serikat.
"Indonesia akan memberikan kepastian mengenai kemampuan untuk mentransfer data pribadi keluar dari wilayahnya ke Amerika Serikat," demikian pernyataan Gedung Putih.
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi meluruskan kabar yang bikin heboh tersebut. Dia menegaskan, Pemerintah Indonesia tak menyerahkan data pribadi WNI ke AS. Pemerintah Indonesia hanya memberi akses perusahaan dari AS mengambil data identitas WNI yang menggunakan platfrom milik AS.
"Misalnya email, itu ada data-data yang harus dimasukkan, kita entry atau kita submit. Jadi, bukan berarti kita akan menyerahkan data, apalagi data pribadi masyarakat Indonesia ke pihak sana (AS). Tidak benar itu," tegasnya, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (25/7/2025).
Dia memastikan, pemberian akses platform terhadap data WNI ini juga tak sembarangan. Dalam kerja sama, Pemerintah memastikan data tersebut aman dan tidak dipergunakan untuk hal tak semestinya.
"Sekali lagi, bukan Pemerintah Indonesia menyerahkan data-data tersebut kepada pemerintah negara lain," ujarnya.
Untuk itu, Prasetyo meminta masyarakat tak khawatir. Pemerintah berkomitmen, bekerja keras menjamin dan melindungi data pribadi WNI berdasarkan Undang-undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP).
"Perlindungan data ini yang terus dibicarakan Pemerintah Indonesia dan AS," tekannya.
Sebelumnya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto sudah menyatakan, data pribadi yang dimaksud adalah data yang diberikan sukarela oleh masyarakat saat mengakses aplikasi atau platform digital. Seperti saat membuat email atau membuat akun di e-commerce.
"Saat membuat akun email, data di-upload sendiri. Saat memakai Mastercard hingga Visa. Dan data-data seperti ini tentu data pribadi," kata Airlangga, saat konferensi pers di Kantornya, Jakarta, Kamis (24/7/2025).
Arilangga memastikan, pemberian akses data tersebut terkait dengan prinsip Know Your Customer (KYC). Namun, data ini tak boleh disalahgunakan. Ada mekanisme sendiri, bahkan dalam payment system misalnya, tak bisa dipakai begitu saja. Ada security lain seperti on-time password (OTP)
Maka, lanjut Airlangga, diperlukan protokol kuat untuk melindungi data. Baik melalui cloud computing maupun lewat penggunaan kecerdasan buatan.
Airlangga mencontohkan Nongsa Digital Park, Batam. Di kawasan ini, ada protokol mencakup keamanan digital hingga keamanan fisik. Tak sembarang orang diperbolehkan masuk ke pusat data tanpa izin. Juga, kabel di pusat data memiliki standar tertentu sehingga tidak bisa disadap.
Dia menegaskan, akan ada pijakan hukum yang sah, aman, dan terukur untuk tata kelola lalu lintas data pribadi antarnegara atau cross border. Soal data pribadi ini juga akan terus diawasi oleh otoritas Indonesia berdasarkan kehati-hatian dan hukum nasional tentang perlindungan data pribadi.
"Pemerintah memastikan bahwa data ini dilakukan dalam kerangka yang secure, reliable, dan data governance," tegas Airlangga.
Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid juga memastikan komitmen transfer data pribadi warga Indonesia ke AS tak sembarangan. Seluruh proses dilakukan dalam kerangka secure and reliable data governance, tanpa mengorbankan hak-hak warga negara.
Dia menegaskan, dengan tata kelola yang transparan dan akuntabel, Indonesia tak tertinggal dalam dinamika ekonomi digital global. "Tentu tetap menjaga kedaulatan penuh dalam pengawasan dan penegakan hukum atas data pribadi warganya," kata Meutya, dalam keterangannya.
Meutya melanjutkan, negosiasi kesepakatan dagang antara AS dan Indonesia, termasuk komitmen transfer data, masih tahap finalisasi. Pembicaraan teknis masih berlangsung. Kesepakatan yang akan dicapai ini justru dapat menjadi dasar legal bagi perlindungan data pribadi WNI saat memakai layanan digital perusahaan teknologi asal AS, seperti mesin pencari, media sosial, layanan cloud, dan e-commerce.
"Prinsip utama yang dijunjung adalah tata kelola data yang baik, perlindungan hak individu, dan kedaulatan hukum nasional. Pengaliran data antarnegara tetap dilakukan di bawah pengawasan ketat otoritas Indonesia, dengan prinsip kehati-hatian dan berdasarkan ketentuan hukum nasional," tandas Meutya.
Opini | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Nasional | 21 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pendidikan | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu