TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Haji 2025

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers

Jatah Kuota Haji Indonesia 2026 Tetap 221 Ribu Jemaah

Reporter & Editor : AY
Senin, 04 Agustus 2025 | 10:11 WIB
Menteri Agama Nasaruddin Umar bersama jamaah Indonesia berada di Bandara Madinah. Foto ; Ist
Menteri Agama Nasaruddin Umar bersama jamaah Indonesia berada di Bandara Madinah. Foto ; Ist

JAKARTA - Pemerintah Arab Saudi kembali menetapkan kuota haji untuk Indonesia sebesar 221 ribu jemaah pada tahun 2026. Jumlah ini sama seperti kuota yang diberikan pada musim haji 2025.

 

Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang mengatakan, sudah ada kepastian kuota haji dari Arab Saudi sebesar 221 ribu jemaah. "Kecuali ada tambahan. Karena (penetapan kuota) memang sudah bagian dari kuota kesepakatan dunia,” ujarnya di Jakarta, Minggu (3/8/2025).

 

Dengan kepastian kuota tersebut, Badan Penyelenggara (BP) Haji bisa segera melakukan persiapan. Namun sebelum itu, pemerintah bersama DPR akan merevisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. “Ini sebagai payung hukum bagi BP Haji dalam menyelenggarakan haji,” katanya.

 

Marwan juga menekankan pentingnya pemisahan fungsi antara BP Haji dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dalam revisi tersebut. Namun, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji dipertahankan. “Opsi peleburan BPKH ke dalam struktur BPH tidak akan diambil,” tegas politikus PKB itu.

 

Ia menyebut pemisahan fungsi antara keuangan dan pelaksanaan ibadah haji sangat krusial untuk menjaga transparansi dan menghindari konflik kepentingan. “Kita meyakini pemisahan ini penting. Karena kalau dia yang pegang uang, lalu dia juga yang belanja itu cukup rawan,” ujarnya.

 

Komisi VIII DPR, lanjut Marwan, masih terus mengkaji format ideal pemisahan tersebut bersama berbagai pihak. DPR juga akan menampung masukan dari masyarakat dan pemerintah. “Untuk sementara ini, kami menginginkan pengelolaan keuangan dan penyelenggaraan haji harus dipisah,” tegasnya.

 

Marwan turut mengkritik kinerja pengelolaan dana haji oleh BPKH yang dinilai terlalu konservatif. Selama ini investasi dana haji cenderung hanya ditempatkan di Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang membuat hasilnya kurang optimal. Alhasil, beban biaya haji semakin berat bagi calon jemaah haji.

 

Ia mengungkap hasil pengelolaan dana haji saat masih dikelola Kementerian Agama dan BPKH. Ternyata sama saja, hanya dapat imbal hasil sekitar 6,5 persen—jarang menyentuh angka 8 persen.

 

Penempatan mayoritas di SBSN selama lima tahun terakhir pun hanya menghasilkan sekitar 7 persen. Padahal, dengan total dana kelolaan mencapai Rp 171 triliun, BPKH menargetkan pendapatan Rp 12 triliun pada 2025. Namun, realisasinya hanya Rp 11,4 triliun.

 

Masyarakat selama ini tidak tahu bahwa sebagian besar biaya haji mereka berasal dari subsidi hasil kelolaan dana yang kurang optimal. Bila dibiarkan, dana haji bisa mengalami defisit. Ini bahaya,” ujarnya.

 

Sementara itu, anggota Komisi VIII DPR Ina Ammania menyoroti pentingnya efektivitas dan profesionalisme dalam penyelenggaraan ibadah haji. Hal itu agar jemaah haji yang diberangkatkan benar-benar memenuhi syarat istitha’ah, terutama dari aspek kesehatan.

 

Dia bilang, jangan sampai calon jemaah gagal berangkat akibat tidak memenuhi syarat yang ditetapkan Pemerintah Arab Saudi. “Mulai sekarang diperlukan penyisiran secara ketat siapa saja yang sudah siap berangkat. Jangan sampai ketika kuota diumumkan, justru banyak yang tidak lolos karena faktor kesehatan,” ujarnya.

 

Ina juga menekankan pentingnya pelayanan kesehatan, bimbingan manasik haji, dan pemantauan kondisi jemaah sebagai tanggung jawab bersama Pemda dan Kemenag. “Kita harus memastikan jemaah yang berangkat tidak hanya memenuhi administrasi, tetapi juga benar-benar siap fisik dan mental,” tandasnya.

 

Komisi VIII DPR, lanjutnya, berkomitmen mendorong kebijakan yang berpihak pada jemaah serta memastikan kuota haji dimanfaatkan secara optimal.

 

Sementara itu, Kepala BP Haji Mochammad Irfan Yusuf menyampaikan bahwa pihaknya akan bertindak sebagai regulator dan operator penyelenggaraan haji, termasuk merekrut dan melatih petugas haji. “Rencananya petugas haji akan disiapkan sejak jauh-jauh hari,” ujar Irfan.

 

Para petugas tersebut akan mengikuti bimbingan teknis (bimtek) selama sekitar satu bulan dan dibekali keterampilan dasar bahasa Arab. “Kami juga akan membekali para petugas haji dasar-dasar bahasa Arab,” imbuh politikus Gerindra itu. Langkah ini dinilai penting untuk meningkatkan pelayanan bagi para jemaah selama menjalankan ibadah di Tanah Suci.

 

Sebagai informasi, mulai tahun 2026 penyelenggaraan ibadah haji akan sepenuhnya dialihkan dari Kementerian Agama kepada BP Haji. Pada tahun 2025, Indonesia mendapatkan kuota sebanyak 221 ribu jemaah, terdiri dari 203.320 jemaah reguler dan 17.680 jemaah haji khusus.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit