Denny JA: Komisaris Itu “Bukan Apa Yang Kau Ambil, Tapi Apa Yang Kau Sumbangkan”

JAKARTA — Komisaris Utama Pertamina Hulu Energi, Denny JA, menyatakan dukungan penuh terhadap arahan Presiden Prabowo Subianto yang meminta para komisaris BUMN untuk tidak memburu tantiem, tetapi fokus mendorong kemajuan perusahaan.
Dalam pernyataannya, Denny JA menyebut pesan Presiden bukan sekadar kebijakan administratif, tetapi sebagai ajakan moral dan spiritual untuk mengembalikan jabatan publik kepada esensinya, yakni sarana pengabdian kepada negara.
“Saya menerima pesan Presiden sebagai panggilan hati. Sebuah kesempatan menjadikan jabatan bukan sekadar posisi strategis, tetapi jalan kontribusi yang bermakna,” ujarnya.
Tantiem adalah bonus tahunan yang diberikan kepada jajaran direksi dan komisaris sebagai bentuk penghargaan atas kinerja perusahaan. Besarannya ditetapkan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Denny JA menegaskan bahwa prinsip pengabdian telah ia pegang sejak masa mudanya, melalui gagasan yang ia sebut The Power of Giving. Prinsip itu menurutnya bukan hasil teori, melainkan lahir dari pengalaman spiritual panjang sejak menjadi aktivis mahasiswa.
Denny yang kini memiliki lebih dari 20 perusahaan lintas sektor mulai dari konsultan politik, properti, restoran, hotel, hingga tambang, juga mendirikan Denny JA Foundation sebagai wadah kontribusi di bidang sastra dan spiritualitas.
Melalui yayasan tersebut, ia menggagas dana abadi untuk sastra, menyelenggarakan festival puisi esai tahunan, dan mendukung pengajaran spiritualitas di sejumlah perguruan tinggi. Setiap tahun, yayasan ini juga memberikan penghargaan kepada penulis di empat kategori.
“Saya menerima jabatan komisaris karena saya sudah selesai soal ekonomi. Saatnya berkontribusi lewat jalan lain,” ujar Denny.
Sejak menjabat sebagai Komisaris Utama Pertamina Hulu Energi pada Juli 2025, Denny memilih untuk tidak hanya aktif melalui rapat, tetapi juga lewat gagasan dan tulisan. Ia telah menulis lebih dari 20 esai tentang energi nasional, mulai dari lifting minyak, geopolitik energi, hingga transisi menuju energi masa depan berbasis kecerdasan buatan (AI).
Tulisan-tulisan tersebut kini dirangkai menjadi sebuah buku bertajuk Make Pertamina Great Again: Minyak, Politik, dan Bisnis di Era AI.
Selain itu, ia juga menyampaikan sejumlah pidato pengarahan internal yang menurutnya bukan sekadar formalitas, tetapi bagian dari upaya menanamkan semangat baru di tubuh perusahaan energi negara.
Terkait polemik tantiem, Denny menjelaskan bahwa dalam sistem tata kelola perusahaan dua tingkat (two-tier board), seperti yang berlaku di Indonesia, pemberian tantiem kepada komisaris bukanlah hal yang asing. Di banyak negara Eropa, komisaris yang menjalankan fungsi pengawasan aktif juga menerima tantiem.
Namun demikian, ketika Presiden Prabowo mengambil sikap untuk menghapus tantiem komisaris BUMN demi memperkuat transformasi moral, Denny menyatakan kesediaannya untuk mengikuti keputusan tersebut.
“Ini bukan soal uang, tapi soal arah. Saya ikut memenangkan Presiden dan menyetujui banyak gagasan besarnya. Maka, saya berdiri di barisan yang sama ketika beliau berbicara soal BUMN,” ujarnya.
Menurut Denny JA, reformasi BUMN tidak boleh berhenti pada tataran struktur dan kebijakan, tetapi harus menyentuh nilai dan etos kolektif lembaga. Jabatan publik, katanya, semestinya menjadi ruang pengabdian, bukan perburuan insentif.
“Kontribusi terbaik tidak diukur dari angka yang masuk ke rekening pribadi, tetapi dari nilai yang tertanam dalam sejarah negeri. Dan nilai itu hanya bisa lahir dari kekuatan paling sunyi, namun paling dahsyat: Power of Giving,” tutupnya.
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Galeri | 2 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 13 jam yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu