TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

RELIJIUCITY

Indeks

Dewan Pers

Purbaya Hidupkan Lagi Redenominasi Rupiah

Reporter: Farhan
Editor: AY
Minggu, 09 November 2025 | 08:46 WIB
Menkeu Purbaya. Foto : Ist
Menkeu Purbaya. Foto : Ist

JAKARTA - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa kembali menghidupkan wacana redenominasi atau penyederhanaan nilai mata uang rupiah, dari Rp 1.000 menjadi Rp 1. Langkah ini diambil untuk perkuat rupiah. 

 

Langkah tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2025–2029. Purbaya juga menyiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Harga Rupiah, dengan target penyelesaiannya pada 2026 atau 2027. 

 

Menurut Kementerian Keuangan, urgensi pembentukan RUU Redenominasi adalah untuk meningkatkan efisiensi perekonomian nasional, menjaga stabilitas nilai rupiah, mempertahankan daya beli masyarakat, serta memperkuat kredibilitas mata uang nasional. 

 

Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kemenkeu ditunjuk sebagai pihak yang bertanggung jawab atas penyusunan RUU tersebut. 

 

Saat dikonfirmasi mengenai rencana redenominasi, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, belum mengetahui Purbaya kembali menghidupkan wacana redenominasi rupiah. “Oh ya? Nanti kita lihat,” ungkapnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (7/11/2025). 

 

Airlangga menambahkan, hingga kini belum ada pembahasan resmi me­­ngenai rencana redenominasi, baik dengan Kementerian Keuangan maupun lembaga lain. “Belum ada pembicaraan,” kata Airlangga. 

 

Ekonom senior Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin menilai, inisiatif redenominasi merupakan langkah positif yang perlu didukung. Menurutnya, kebijakan tersebut akan meningkatkan reputasi rupiah dan mempermudah transaksi keuangan. 

 

Namun, ia mengingatkan, adanya tantangan yang perlu diantisipasi, seperti biaya pencetakan uang baru serta literasi publik. 

 

Secara teori, redenominasi tidak berdampak pada nilai tukar atau inflasi. “Mungkin akan ada sedikit kenaikan inflasi bersifat sementara, tapi sangat kecil,” jelas Wijayanto kepada Redaksi, Sabtu (8/11/2025). 

 

Ia menekankan pentingnya perencanaan matang. Paling tidak, kata dia, perlu satu hingga dua tahun persiapan. “Literasi publik harus dimulai lebih awal agar masyarakat memahami perubahan ini,” tambahnya. 

 

Sementara itu, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet menilai, kebijakan redenominasi harus dilakukan dengan koordinasi erat antara Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia (BI). Menurutnya, manfaat utama redenominasi adalah menyederhanakan transaksi dan pembukuan, meningkatkan efisiensi sistem pembayaran, serta memperkuat citra stabilitas ekonomi jika dikomunikasikan secara efektif. 

 

“Turki pada 2005 berhasil melakukan redenominasi tanpa gejolak berarti karena persiapan dan komunikasi publik yang matang,” ujar Yusuf kepada Redaksi, Sabtu (8/11/2025). 

 

Yusuf menilai, tantangan utama pemerintah meliputi koordinasi kelembagaan antara Kemenkeu dan BI, kesiapan hukum dalam konversi kontrak, peningkatan sistem pembayaran dan teknologi informasi nasional, serta penguatan komunikasi publik. Ia juga menegaskan pentingnya peran BI sebagai pelaksana teknis utama dalam implementasi redenominasi. 

 

“Meskipun RUU diinisiasi Kemenkeu, pelaksanaan dan pengawasan operasional – mulai dari desain uang, pengendalian peredaran, hingga edukasi publik – sebaiknya dipimpin oleh BI,” ujarnya. 

 

Yusuf menyampaikan lima saran utama untuk pelaksanaan redenominasi yang sukses, yaitu RUU harus mengatur meka­nisme konversi hukum dan kontrak secara tegas, menetapkan BI sebagai lead institution dalam implementasi teknis, melakukan uji coba terbatas dan menerapkan periode harga ganda sebelum penerapan penuh, mengintensifkan komunikasi publik agar masyarakat paham bahwa rede­nominasi tidak mengubah nilai riil uang, dan melaksanakan kebijakan saat ekonomi stabil dan inflasi terkendali. 

 

Rencana redenominasi sebenarnya bukan hal baru. Bank Indonesia (BI) telah menggulirkan gagasan ini sejak 2010. Saat itu, Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengusulkan RUU tentang Perubahan Harga Rupiah ke DPR, dan sempat masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2013. Rancangan tersebut mengusulkan penghilangan tiga angka nol dari denominasi rupiah tanpa mengubah nilai riilnya, sehingga Rp 1.000 lama setara dengan Rp 1 baru.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit