TangselCity

Ibadah Haji 2024

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Kejagung Bongkar Korupsi APBN Terbesar Sepanjang Sejarah

Kerugian 8 T Kasus BTS Kominfo

Oleh: Farhan
Selasa, 16 Mei 2023 | 09:25 WIB
Jaksa Agung ST Burhanuddin.  Foto : Ist
Jaksa Agung ST Burhanuddin. Foto : Ist

JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) sedang menggarap “hiu” dalam kasus pengadaan menara Base Transceiver Station (BTS) 4G di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Disebut hiu, karena kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 8 triliun. Ini merupakan korupsi APBN terbesar sepanjang sejarah.

Perhitungan nilai kerugian negara itu disampaikan Kepala Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh, dalam jumpa pers, di Kejagung, Jakarta Selatan, kemarin. Yusuf menjelaskan, sejak Oktober 2022, pihaknya diminta Kejagung menghitung nilai kerugian negara dalam proyek penyediaan infrastruktur BTS 4G dan infrastruktur pendukung Paket 1, 2, 3, 4, dan 5 Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kominfo Tahun Anggaran 2020 dan 2022.

Selanjutnya, BPKP melakukan analisa berdasarkan dokumen proyek dan klarifikasi terhadap pihak-pihak terkait. BPKP juga melakukan observasi fisik dengan tim ahli dari BRIN didampingi penyidik Kejagung.

Setelah dipelajari dengan dibantu pendapat ahli pengadaan barang dan jasa, ahli lingkungan IPB, dan ahli kerugian negara, BPKP akhirnya mendapat nilai kerugian final dalam kasus tersebut. “Kami menyimpulkan pendapat, bahwa hasil penghitungan kerugian negara dalam perkara ini sebesar Rp 8.032.084.133.795,” ucap Yusuf.

Yusuf menerangkan, nilai kerugian tersebut terdiri dari tiga penghitungan. Pertama, terkait dengan biaya penyusunan kajian dan analisis hukum proyek pembangunan dan penyediaan infrastruktur BTS 4G Bakti Kominfo. Kedua, kerugian negara dalam hal penggelembungan anggaran atau mark up. Terakhir, menyangkut soal pembayaran pembangunan BTS 4G Bakti yang sudah dilakukan di beberapa lokasi dan daerah, tetapi terhenti. Bahkan, ada yang mangkrak.

Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan lima tersangka. Mereka adalah Dirut Bakti Kominfo Anang Achmad Latief (AAL), Direktur PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak Simanjuntak (GMS), Tenaga Ahli Human Development Universitas Indonesia Yohan Suryanto (YS), Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment Mukti Ali (MA), Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Heryawan (IH).

Jaksa Agung ST Burhanuddin menyatakan, dengan hasil dari penghitungan kerugian negara dari BPKP tersebut, kelima tersangka tersebut akan segera disidang. “Kasus ini sudah ada di Direktur Penuntutan untuk selanjutnya dilimpahkan ke pengadilan," terang Burhanuddin, di tempat yang sama.

Dia memastikan, Kejagung tidak akan berhenti pada lima tersangka itu. Burhanuddin tidak ragu menjerat Menkominfo Johnny G Plate jika terbukti terlibat dalam kasus tersebut.

Kalau nanti faktanya terbukti dan ada menyangkut ke beliau (Johnny), kita tidak akan mendiamkan. Yang penting penyidik berdasarkan fakta dan akan kita tindak lanjuti,” tegasnya.

Dari sisi jumlah, memang ini bukan kasus terbesar yang dibongkar Kejagung. Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menerangkan, sebelumnya Kejagung pernah membongkar kasus korupsi pada PT Asabri yang kerugiannya mencapai Rp 22,7 triliun dan PT Jiwasraya yang kerugiannya sebesar Rp 16,8 triliun. Namun, yang khusus dari penggunaan APBN ini, kasus korupsi BTS 4G Kominfo ini adalah yang terbesar.

Boyamin pun menyindir KPK yang tak seperkasa Kejagung. Saat Kejagung banyak menangkap kakap bahkan hiu, KPK lebih banyak menangkap teri. 

Kesuksesan Kejagung ini, kata Boyamin, karena membongkar kasus dengan menggunakan Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tentang perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang. “Mereka mencari dan menemukan alat bukti. Dengan proses itu bisa mengungkap korupsi-korupsi besar, apalagi kemudian belakang ditambah dengan kerugian perekonomian negara,” jelas Boyamin.

Sementara KPK lebih banyak bekerja berdasarkan Pasal 5, 11, dan 12 UU Tipikor yang menyangkut suap dan gratifikasi. Boyamin menerangkan, penerapan pasal itu bisa berjalan jika KPK menemukan adanya bukti.

Oleh karena itu, belakangan ini KPK sering kali membongkar kasus lewat Operasi Tangkap Tangan (OTT). Namun Boyamin menilai cara itu rawan gagal, jika penyidik tidak mampu mendapatkan bukti adanya penyerahan uang.

“Atas dasar perbedaan itu, maka ketahuan hasilnya. Kejagung mampu hingga ratusan triliun sementara KPK hanya berkutat di angka Rp 1 miliar sampai puluhan miliar,” terang Boyamin. (RM.id)

Komentar:
Berita Lainnya
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo