TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

BMKG Kudu Lakukan Antisipasi, Perubahan Iklim Sudah Kritis

Oleh: AFF/AY
Selasa, 09 Agustus 2022 | 09:55 WIB
Presiden Jokowi. (Dok. Setpres)
Presiden Jokowi. (Dok. Setpres)

JAKARTA - Perubahan iklim menjadi perhatian serius Presiden Jokowi. Eks Wali Kota Solo ini mengingatkan, penanggulangan perubahan iklim menjadi isu prioritas dan tantangan global setelah meredanya Covid-19. Karena itu, diperlukan kebijakan dan sistem tangguh untuk mengatasi perubahan iklim.

Jokowi memerintahkan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) lekas mengidentifikasi risiko perubahan iklim dan dampaknya.

“Identifikasi, adaptasi, apa saja yang bisa kita lakukan. Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dan peralatan untuk permodelan cuaca dan iklim, yang menghubungkan informasi dari teknologi satelit,” kata Jokowi, saat Rapat Koordinasi Nasional BMKG 2022 secara daring di Jakarta, kemarin.

BMKG juga diminta memperkuat layanan informasi dan literasi, terutama di wilayah pertanian dan perikanan, sehingga petani dan nelayan bisa mengantisipasi terjadinya cuaca ekstrem.

Selain itu, BMKG diminta memperluas cakupan forum sekolah lapang iklim dan sekolah lapang cuaca nelayan.

Dia mengingatkan, BMKG mempunyai peran sangat strategis untuk mewujudkan hal tersebut. Khususnya, menyangkut pengawasan prediksi dan peringatan dini kondisi cuaca serta iklim ekstrem. Hal ini, demi menjaga ketahanan pangan tetap stabil.

“Untuk menjamin ketahanan pangan secara merata dan berkesinambungan, perlu sistem peringatan dini ketika bencana akan terjadi,” ingatnya.

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini memaparkan, saat ini dunia, termasuk Indonesia, menghadapi tantangan perubahan iklim yang berada pada kondisi kritis.

World Meteorological Organization menyatakan, indikator perubahan iklim dan dampaknya pada 2021 makin memburuk.

“Tujuh tahun terakhir telah menjadi tujuh tahun dengan suhu terpanas. Kondisi ini menjadi tantangan nyata bagi kita,” ungkapnya.

Dampak dari perubahan iklim dengan suhu yang panas dalam 7 tahun terakhir sangat luas dan multi sektoral. Salah satunya, terkait bencana alam dan ketahanan pangan.

Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa, Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO) menyebutkan, lebih dari 500 juta petani usaha kecil yang memproduksi lebih dari 80 persen sumber pangan dunia merupakan kelompok yang paling rentan terhadap perubahan iklim.

Apalagi, 13 juta orang diprediksi kelaparan karena terhambatnya rantai pasok dunia akibat perang Rusia-Ukraina.

“Hati-hati, ini persoalan yang sangat serius, perlu penanganan komprehensif, perlu antisipasi sedini mungkin, secepat cepatnya dan sebaik baiknya,” tegas Jokowi.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati memprediksi, kenaikan suhu udara di seluruh kota besar Indonesia pada akhir abad 21 dapat mencapai 3 derajat Celsius atau lebih, jika tidak berhasil melakukan mitigasi perubahan iklim.

Perubahan iklim telah berada pada batas kondisi kritis yang akan menjadi tantangan besar bagi Indonesia.

Dampak perubahan iklim semakin nyata dan serius. Laju kenaikan suhu dalam 42 tahun terakhir telah mencapai rata-rata 0,02 derajat Celcius hingga 0,443 derajat Celcius per dekade di wilayah Indonesia. Tertinggi mencapai 0,4 derajat Celsius per dekade terjadi di Kalimantan Timur.

Sedangkan kenaikan suhu udara permukaan global telah mencapai 1,1 derajat Celcius dibandingkan masa praindustri pada tahun 1850 hingga 1900.

BMKG juga mencatat dampak perubahan iklim mengakibatkan semakin hangatnya suhu muka air laut di perairan Indonesia hingga mencapai suhu 29 derajat Celsius, pada saat terjadi La Nina moderat dan Badai Tropis Seroja di Nusa Tenggara Timur.

PBB, lewat Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC), sudah mengeluarkan sederet laporan tentang dampak perubahan iklim.

Di Eropa misalnya, ada empat risiko kunci yang telah terdefinisi. Salah satunya level pemanasan global yang ada di angka 2 derajat celsius, dibandingkan batas yang telah ditetapkan di Paris Agreement yakni 1,5 derajat.

Risiko bisa meningkat andai level itu naik ke 3 derajat celsius. Dalam laporannya, angka kematian dan stres akibat gelombang panas bakal meningkat dua hingga tiga kali jika pemanasan global naik ke angka 3 derajat.

Sementara di Asia, IPCC menyebut sejumlah negara Asia bakal mengalami kekeringan parah sekitar 5 sampai 20 persen. Tak hanya itu , keragaman hayati dan habitat sejumlah binatang juga akan hilang akibat dari perubahan iklim. (rm.id)

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo