TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

IKN Nusantara Belum Beres, Ibu Kota Negara Masih Di Jakarta

Oleh: Farhan
Selasa, 23 April 2024 | 09:14 WIB
Istana Negara di IKN. Foto : Ist
Istana Negara di IKN. Foto : Ist

JAKARTA - Anggota Badan Legislasi DPR Taufik Basari meyakini ibu kota negara saat ini masih berlokasi di Jakarta. Karena status ibu kota Jakarta belum sepenuhnya berpindah ke Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
HAL ini pasca disahkannya perubahan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta seba­gai Ibu Kota Negara Kesatuan RI menjadi Undang-Undang Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ).
"Betul (ibu kota negara masih di Jakarta), karena gong-nya nanti dari Keputusan Presiden (Kepres)," jelas Taufik di Jakarta, Senin (22/4/2024).
Taufik mengatakan, pada saat­nya ibu kota negara akan berpindah setelah dipastikan pembangunan di IKN beres. "Begitu IKN-nya selesai, IKN-nya siap, dengan Kepres, kita berpindah, barulah Jakarta jadi DKJ, IKN jadi ibu kota," tegasnya.
Anggota Komisi III DPR ini mengatakan, UU Nomor 21 Tahun 2023 tentang IKN masih memiliki hubungan adik-kakak dengan Undang-Undang DKJ yang baru disahkan dalam Rapat Paripurna DPR. UU IKN memang telah memberikan instruksi agar paling lama 2 tahun, DPR bersama Pemerintah mempersiapkan Undang-Undang DKJ.

Dengan demikian, Undang-Undang DKJ ini ditargetkan kelar Februari 2024. Namun karena membutuhkan pendalaman terkait berbagai poin krusial di Undang-Undang DKJ, ­akhirnya baru kelar pada April 2024.
"Memang urgensinya terkait dengan kebutuhan waktu atas sisi dari Undang-Undang IKN," sebutnya.

Selain itu, lanjutnya, negara juga harus segera memiliki payung hukum untuk bisa mempersiapkan pemindahan ibu kota negara. Karena itu, saat ini ibu kota negara masih di Jakarta. Namun pada saatnya nanti ketika IKN Nusantara sudah siap, maka Presiden kemudian membuat keputusan untuk berpindah ke IKN.
"Kalau belum persiapannya sesuai Undang-Undang DKJ, kan akhirnya kita dalam tanda kutip terkaget-kaget. Karena itulah, dengan adanya Undang-Undang DKJ ini, maka persiapannya sudah bisa kita lakukan. Setelah berpindah ibu kotanya, DKJ atau Jakarta juga sudah siap menjadi kota global dan kota pedagangan," tegasnya.

Dia menjelaskan beberapa poin krusial dalam Undang-Undang DKJ. Salah satunya terkait, Jakarta dan sekitarnya sebagai kawasan aglomerasi meliputi Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, Bekasi, plus Cianjur.

Konsep aglomerasi ini sebenarnya tercetus dari berbagai diskusi seperti konsep Jakarta sebagai Kota Megapolitan.
Megapolitan ini menyatukan Jakarta dengan kawasan-kawasan sekitarnya atau konsep lainnya seperti Jabotabek atau Bogunjur.
"Dengan kondisi-kondisi ­seperti itulah, maka kita melihat ada kebutuhan untuk membentuk kawasan aglomerasi," sebutnya.
Tobas melihat Jakarta tidak bisa berjalan sendiri dalam pembangunannya. Begitu ­juga daerah-daerah yang ada di sekitar Jakarta, Bodetabek dan Cianjur ini, juga tidak bisa membangun sendiri-sendiri tanpa memikirkan efeknya ke daerah tetangga-tetangganya.

"Nah, karena itu kita butuh satu sinkronisasi pembangunan, rencana tata ruang, sehingga kawasan-kawasan yang menjadi penopang ini, pembangunannya berjalan seiringan, sinkron. Jadi, masalah yang selama ini dihadapi oleh Jakarta terpecahkan," jelasnya.

Sementara, pengamat tata kota Universitas Trisakti Yayat Supriyatna mengatakan, membangun Jakarta dan kawasan sekitarnya sebagai kawasan aglomerasi sejatinya berbasis data dan fakta. Dalam hal ini, apa engine eko­nomi atau mesin ekonomi Jakarta agar tetap kuat pasca tidak lagi menjadi ibu kota negara.
"Dalam konteks punya struktur ekonomi yang bagus, daya dukung sumber daya yang memang memadai, serta tampil di panggung dunia dengan kekuatan ekonomi dan sumber daya manusianya," jelasnya.
Di dalam konteks pengembangan Jakarta, kata Yayat, yang paling penting bagaimana Jakarta dengan kota sekitarnya itu merupakan satu kesatuan. Tidak bisa dipilah-pilah, karena secara fungsional sudah merupakan kesatuan dalam konteks ekosistem wilayah dan ekosistem ekonomi.
Mesin ekonomi mesti ada ­untuk menghidupkan wilayah­nya, diikuti infrastruktur yang memadai untuk mendukung dinamikanya, serta teknologi untuk mengantisipasi ke depan.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo