TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo
Menghemat Politik Identitas

Apa Yang Dimaksud Siyasah Syar’iyyah?

Oleh: Prof. DR. KH. Nasaruddin Umar
Jumat, 19 Agustus 2022 | 09:01 WIB
Prof. DR. KH. Nasaruddin Umar
Prof. DR. KH. Nasaruddin Umar

JAKARTA - Sekalipun kata siyasah (politik) tidak disinggung da­lam Al-Qur’an, tetapi Islam tetap mengenal konsep dan etika politik. Islam mengenal konsep kepemimpinan dan pemerintahan yang sering diistilahkan dengan Siyasah Syar’iyyah, yaitu konsep politik yang mengatur hubungan antara pemimpin dan rakyat, termasuk prinsip-prinsip suk­sesi kepemimpinan.

Dalam Siyasah Syar’iyyah ini juga diatur pembatasan kewenangan pemimpin dan kepala negara, termasuk hak dan kewajiban warga negara dan hubungan antar negara. Bahkan sejumlah negara muslim memperluas cakupan Siyasah Syar’iyyah ke wilayah penataan ekonomi dan segala hal yang menyangkut hajat umat sebagai warga negara.

Kata siyasah sendiri menurut kalangan ahli bahasa Arab berasal dari akar kata sasa-yasusu-siyasatan, berarti men­gatur, memerintah atau melarang. Siyasah adalah suatu aktifitas yang dilakukan seseorang, sekelompok masyarakat, atau negara guna memperbaiki keadaan yang buruk menjadi baik, dan yang baik menjadi lebih baik.

Di kalangan ulama Fikih, siyasah biasa diartikan sebagai interaksi yang dilakukan oleh seorang pemimpin secara evolusioner untuk mencapai satu kemaslahatan, sungguh pun tidak diperkuat secara langsung oleh ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis.

Dekade terakhir, semakin banyak kosa kata politik Islam (Siyasah Syar’iyyah) masuk menjadi kosa kata populer di Indonesia, seperti kata Siyasah al-Syar’iyyah itu sendiri, Dar al-Salam, Dar al-Amn, Dar al-Harb, Ahl al-Zimmah, dan lain-lain.

Bahkan sejak awal terbentuknya NKRI, sudah diperkenalkan beberapa konsep kenegaraan. Kata Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rayat (DPR) yang sangat dikenal luas di masyarakat berasal dari bahasa Siyasah Syar’iyyah, yaitu kata majelis (Arab: tempat duduk, kursi), per-musyawara-tan (Arab: bermusyawarah), ra’yah (warga, penduduk); diwan (Arab: Dewan), per-wakil-an (Arab: wakil, representase), ra’yah (warga, penduduk).

Siyasah Syar’iyyah atau politik Islam sulit digambarkan dengan penjelasan kata-kata. Akan tetapi dapat diilustrasikan dengan konsep shalat jama’ah. Dalam shalat berjama’ah ada tiga unsur yang sangat penting diperhatikan, yaitu imam, ma’mum, dan imamah.

Imam (pemimpin) yang berwibawa dan dengan syarat-syarat ketat yang harus dipenuhi. Ketentuan yang harus dimiliki seorang imam selain fasih bacaan dan ucapan juga dituntut memiliki akhlak mulia, seperti wara’, tawadhu, muru’ah, dan sebisa mungkin menghindari hal-hal yang buruk, seperti mengkonsumsi barang haram, tukang bohong, angkuh, dan egois. Ia harus sensitif mendengarkan suara-suara dan isyarat-isyarat yang disampaikan oleh ma’mum.Selain imam, ada ma’mum (jamaah, rakyat) yang santun, tetapi tetap memiliki sikap kritis, memiliki hak menegur imam manakala melakukan kekeliruan. Laki-laki mengucap­kan kata ‘subhanallah’ dan perempuan menepuk pahanya yang diperdengarkan kepada imam.

Batas kritis ma’mum tidak melampaui batas-batas yang wajar. Ma’mum tidak boleh juga mendiamkan atau membi­arkan kekeliruan dan kesalahan yang dilakukan imam. Jika ma’mun sudah menyampaikan pembetulan, namun imam masih tetap tidak menggubrisnya, maka ma’mum tetap tidak boleh emosional memaksakan kehendaknya, meskipun nyata-nyata yang diperjuangkannya itu adalah kebenaran.

Pada saatnya, imam nanti akan mengganti atau menebus kekeliruannya dengan melakukan sujud sahwi, yaitu me­nambah dua sujud sebelum salam.

Imamah adalah konsep yang mengatur antara imam dan ma’mun. Imamah adalah ketentuan yang harus ditaati se­mua pihak, baik imam maupun ma’mum. Imam tidak boleh semena-mena dan egois, tetapi ma’mum juga tidak boleh melampaui batas.

Ma’mum tidak boleh mendahului imam dalam melakukan pergerakan shalat. Imam juga harus memahami dan menji­wai ma’mum-nya. Imam tidak boleh membaca surah-surah panjang secara berlebihan dan membuat ma’mum kelelahan atau mungkin ada yang kurang sehat atau memiliki urusan yang segera harus diselesaikan.

Demikianlah ilustrasi siyasah syar’iyyah yang diharapkan tercermin dalam realitas politik dunia Islam. Meskipun tidak eksplisit disebutkan dalam konsep hukum dan perundang-undangan kita, spirit konsep imam-ma’mum dan imamah sudah terimplementasi di masyarakat. (rm.id)

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo