TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo
Soal Penjabat Kepala Daerah

Harus Dibatasi, Tak Bisa Seenaknya Susun APBD

Laporan: AY
Kamis, 22 September 2022 | 11:44 WIB
Anggota DPR RI Komisi II Hugua. (Ist)
Anggota DPR RI Komisi II Hugua. (Ist)

JAKARTA - Pemerintah diminta segera mengeluarkan regulasi penunjukan penjabat Gubernur dan Bupati/Wali Kota pengganti kepala daerah yang habis masa jabatan sebelum Pilkada serentak. Agar penjabat yang ditunjuk tidak semena-mena membuat kebijakan di daerah.

Anggota Komisi II DPR Hugua menjelaskan, regulasi penunjukan penjabat Gubernur dan Bupati/Wali kota sekarang sudah berbeda. Sebelumnya, penjabat yang ditunjuk tugas utamanya mempersiapkan Pilkada.

Namun, dari Peraturan Pemerintah (PP) maupun keputusan (kep) Mendagri yang akan dikeluarkan, penjabat kepala daerah tidak lagi bersifat sementara namun menjadi definitif

"Karena itu, sangat penting selama 12 tahun nanti (hingga kepala daerah pemenang pilkada dilantik), visi-misinya harus tegas walau tidak diwajibkan,” tegas Hugua di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin.

Hugua meminta aturan PP maupun Kepmendagri itu harus memastikan bahwa kepala daerah definitif ini tidak diberi kewenangan menjalankan kebijakan visi-misi yang baru. Apalagi, penjabat definitif ini dalam masa satu hingga dua tahun, akan terlibat langsung dalam penyusunan anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (aPBD).

“Kalau tidak dibatasi, nanti seenaknya membuat APBD. Karena itu, harus dimuat dalam PP dan Kepmendagri ini,” tegasnya.

Dia khawatir, penjabat kepala daerah definitif malah membuat kebijakan baru yang tidak pernah terencana dari awal. Walhasil, anggaran daerah terkuras.

Karena itu, PP dan Kepmendagri ini segera diterbitkan kalau bisa sebelum ditunjuk Penjabat Gubernur DKI Jakarta. apalagi Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta ini keren juga kalau tidak mengacu visi-misi,” jelasnya.

Dia meminta dilakukan evaluasi ketat terhadap penjabat kepala daerah definitif. Kalau perlu, setiap tahun pejabat definitif ini diganti. Kalaupun diputuskan untuk diperpanjang, harus ketat.

"Kalau dua tahun, ya enak juga tidak pernah ikut pilkada tapi bisa jabat dua tahun,” ujarnya.

Mumpung PP atau Kepmendagri ini belum keluar, Hugua mengusulkan, dilakukan evaluasi dengan melibatkan lembaga lain. Dengan demikian, penjabat yang ditunjuk bisa diukur kinerjanya, tidak sekadar menetapkan seseorang untuk mengisi kekosongan kepala daerah.

Mendagri Tito Karnavian mengatakan, penunjukan penjabat kepala daerah merupakan konsekuensi dari pelaksanaan Pilkada Serentak. Hal ini merupakan amanah UU Nomor 10 Tahun 2106 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota dan PP Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian kepala Daerah yang ditetapkan pada 11 Februari 2005.

Setidaknya, hingga 2024 nanti akan terdapat sekitar 271 Pilkada Gubernur, Bupati dan Walikota. Berdasarkan kriteria dalam UU Pilkada, penjabat gubernur yang ditunjuk berasal dari pimpinan tinggi madya eselon I struktural yang mempunyai pengalaman pemerintahan dengan pangkat sekurang-kurangnya IVc.

Sementara pejabat bupati/wali kota berasal dari jabatan pimpinan tinggi pratama eselon II struktural sekurang-kurangnya IVb.

“Kemudian data penilaian pelaksanaan pekerjaan selama 3 tahun terakhir sekurang-kurangnya memliki nilai baik,” jelasnya.

Tito memastikan, pejabat kepala daerah yang ditunjuk memiliki kewenangan terbatas. Seperti, tidak boleh melakukan mutasi pegawai. Membatalkan perizinan yang telah dikeluarkan pejabat sebelumnya. Atau mengeluarkan perizinan yang bertentangan dengan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya. (rm.id)

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo