Kader Pendamping TBC Berharap Dapat Perlindungan Hukum Dari Pemerintah
Curhat Pernah Dibawain Golok & Dilaporkan ke Polisi

TANGERANG - Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Republik Indonesia (RI) Prof dr Dante Saksono Harbuwono menghadiri acara Dialog Interaktif Gerakan Bersama Kelurahan Siaga TBC, Rabu (18/6) di GOR Kecamatan Benda, Kota Tangerang. Selain Wamenkes, hadir pula Wali Kota Tangerang Sachrudin serta perwakilan dari kementerian lainnya, Kepala Dinas Kesehatan Banten Ati Pramudji.
Dalam acara yang dipandu oleh Kepala Dinas Kesehatan Kota Tangerang dr Dini Anggraeni ini, Wamenkes dicurhati salah seorang Kader Pendamping TBC Kota Tangerang bernama Novi Fitri Dewi yang menyatakan bahwa menjadi Kader Pendamping TBC menghadapi tantangan yang tak main-main, terlebih ketika berhadapan dengan penderita TBC yang menolak diobati. Meski datang dengan maksud dan tujuan baik, namun ada kalanya tanggapan yang diterima justru sebaliknya.
“Jadi kebetulan waktu itu penderitanya RO (resisten obat atau bakteri penyebab TBC sudah kebal obat) di wilayah Kecamatan Larangan. Kader yang datang ditolak, orangnya marah-marah. Datang lagi, juga sama ditolak bahkan sampai ada yang dibawakan golok pak. Akhirnya teman saya pada nggak mau dateng lagi pak karena takut dibawakan golok, jadi kami harus bagaimana menghadapi kondisi tersebut pak,” ujar Novi kepada Dante. Akhirnya Novi pun turun tangan langsung menemui penderita TBC tersebut.
Selain pernah dibawakan golok, ia pun bercerita peristiwa tak mengenakkan lain yang juga dialami oleh Kader Pendamping TBC oleh penderita di salah satu perumahan di Batuceper. “Jadi pernah di Perumahan Arcadia, penderitanya tidak terima. Kader malah dilaporkan kepada polisi, katanya pencemaran nama baik, untung saya sampaikan kondisinya ke Polsek,” keluhnya perempuan pernah meraih penghargaan sebagai Kader Kesehatan Terbaik Tingkat Nasional dalam Upaya Penanggulangan TBC yang diselenggarakan di Bali ini.
Karena kasus juga kader menjadi ‘trauma’ dan tidak bisa melanjutkan investigasi pengobatan TBC, khususnya di perumahan-perumahan. Makanya, berharap agar para Kader Pendamping TBC mendapatkan perlindungan hukum. “Jadi ada tidak pak perlindungan hukum,” harapnya.
Menanggapi keluhan itu, Wamenkes menyatakan bahwa stigma terhadap penderita TBC memang menjadi salah satu kendala yang dihadapi dalam pengobatan TBC selain rasa bosan pasien dalam proses penyembuhannya. “Jadi memang stigma tersebut harus dihapuskan,” terangnya.
Stigma menjadi masalah serius yang dapat menghambat upaya pencegahan dan pengobatan penyakit ini. Stigma muncul karena berbagai faktor, termasuk kurangnya pemahaman tentang TBC, mitos yang salah dan pengalaman negatif terkait penyakit itu.
Mulai dari menyembunyikan penyakit karena takut diskriminasi hingga menunda pengobatan dan isolasi sosial. “Padahal jika pasien rutin minum obat secara teratur, maka dalam sebulan si penderita tidak lagi akan menulari orang lain. Memang pengobatannya cukup lama yakni antara 6-24 bulan, tapi yang jelas penderita TBC bisa disembuhkan,” tuturnya.
Dirinya tetap mengajak para kader tetap semangat bertugas. Pasalnya, RI menempati posisi kedua penderita TBC tertinggi di dunia di bawah India. “Tadinya kita nomor tiga di bawah India dan China sekarang nomor dua, China sudah mulai turun kasusnya,” ungkapnya.
Sementara Wali Kota Tangerang, Sachrudin menanggapi curhatan kader meminta agar tidak perlu takut menghadapi adanya pelaporan ke aparat Kepolisian. “Kita dampingi secara hukum. Yang penting sampaikan dan berkoordinasi dengan Pemkot Tangerang melalui Puskesmas, Kecamatan dan seterusnya. Nggak usah khawatir,” ucapnya.
Lebih jauh Sachrudin menekankan bahwa pemberantasan TBC tidak bisa dilakukan sendiri oleh pemerintah. Akan tetapi butuh kolaborasi dan peran serta masyarakat, termasuk kader pendamping. “Kita harus bersama-sama memberantas penyakit ini. Kami dorong Kelurahan Siaga TBC semakin kuat supaya masyarakat paham, aktif dalam pencegahan dan pengobatan serta stigma terhadap para penyintas TBC bisa dihilangkan,” jabarnya.
Dalam laporannya, dirinya menekankan bahwa berdasarkan temuan kasus TBC tahun 2024 diketahui bahwa setiap 1.000 orang warga Kota Tangerang maka ada lima orangnya merupakan pasien TBC dan sekitar 21 persen dari total kasus merupakan anak usia di bawah 15 tahun.
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Galeri | 23 jam yang lalu