TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Haji 2025

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers

Nasdem Nilai Soal Pemilu Nasional Dan Lokal Terpisah, MK Tabrak Konstitusi

Reporter & Editor : AY
Rabu, 02 Juli 2025 | 09:54 WIB
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem, Lestari Moerdijat. Foto : Ist
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem, Lestari Moerdijat. Foto : Ist

JAKARTA - Partai NasDem mengupas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 ihwal pemisahan Pemilu nasional dan lokal. Tafsirannya, aturan main pesta demokrasi yang baru diketuk MK itu akan menciptakan deadlock dan menabrak konstitusi.

 

Apabila Putusan MK dilak­sanakan, justru dapat mengakibatkan pelanggaran konsti­tusi,” kata Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem, Lestari Moerdijat, Selasa (1/7/2025).

 

Wakil Ketua MPR ini menilai, putusan MK bertolak belakang dengan putusan-putusan sebel­umnya. Selain itu, kata Lestari, MK juga telah mengambil ke­wenangan legislatif terkait open legal policy yang merupakan ke­wenangan DPR dan Pemerintah.

 

"Pasal 22E UUD NRI 1945 menyatakan bahwa Pemilu di­laksanakan setiap lima tahun sekali. Ini berlaku untuk memilih Presiden-Wakil Presiden, ang­gota DPR, DPD, dan DPRD," jelasnya.

 

Lestari mengatakan, akibat pu­tusan MK, pemilihan DPRD akan mengalami perpanjangan masa jabatan. Jarak Pemilu Nasional dengan Pemilu Lokal, kata dia, bisa mencapai dua tahun.

 

"Nah, ketika setelah 5 tahun (periode) DPRD tidak dilakukan Pemilu DPRD, maka terjadi pelanggaran konstitusional," tegasnya.

 

Menurut Lestari, dalam sistem hukum yang demokratis, MK telah menjadi negative legisla­tor karena memutus perkara yang bukan kewenangannya. MK, kata dia, tidak melakukan metode moral reading dalam menginterpretasi hukum dan konstitusi.

 

"MK juga melanggar prinsip kepastian hukum. Yakni, prin­sip hukum yang tidak mudah berubah dan putusan hakim harus konsisten," katanya.

 

Lestari mengatakan, putusan hakim yang tidak konsisten dan berubah-ubah dapat menyebab­kan ketidakpastian dan ketidak­percayaan masyarakat terhadap sistem hukum. Oleh karena itu, kata dia, krisis konstitusional ini harus dicarikan jalan keluarnya.

 

"Semua harus kembali ke­pada ketaatan konstitusi, di mana konstitusi memerintahkan Pemilu (pileg dan pilpres) dilak­sanakan setiap 5 tahun sekali," tandasnya.

 

“Partai NasDem mendesak DPR untuk meminta penjelasan MK dan menertibkan cara MK memahami norma konstitusi dalam mengekspresikan sikap kenegarawanannya yang me­lekat pada diri para hakimnya,” pungkas Lestari.

 

Sekadar latar, MK memutus­kan memisahkan pelaksanaan Pemilu Nasional dan Daerah mulai 2029. Pemilu Nasional hanya untuk memilih anggota DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden. Sedangkan, pemilihan anggota DPRD tingkat provinsi dan kabupaten/kota dilakukan bersamaan dengan Pilkada.

 

Wakil Ketua MK, Saldi Isra mengatakan, Mahkamah mempertimbangkan pembentuk undang-undang yang belum melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVII/2019.

 

Mahkamah, lanjut Saldi, me­lihat DPR maupun Pemerintah sedang mempersiapkan upaya untuk melakukan reformasi terhadap semua undang-undang yang terkait dengan Pemilu.

 

"Dengan pendirian tersebut, penting bagi Mahkamah un­tuk menegaskan bahwa semua model penyelenggaraan pemili­han umum, termasuk pemilihan gubernur/wakil gubernur, bu­pati/wakil bupati, dan walikota/ wakil walikota yang telah dilak­sanakan selama ini tetap konsti­tusional," kata Saldi di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (26/6/2025).

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit