Hasto Divonis 3,5 Tahun

JAKARTA - Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto divonis 3 tahun 6 bulan penjara. Meski lolos dari jeratan pasal perintangan penyidikan, Hasto dinyatakan terlibat dalam kasus suap untuk mengamankan posisi Harun Masiku di DPR. Menanggapi putusan hakim, Hasto berdiri dan mengepalkan tangan.
Vonis Hasto dijatuhkan majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Jumat (25/7/2025). Sejak pagi, halaman pengadilan dipenuhi massa dari DPD REPDEM, kader DPC PDIP, hingga Satgas Cakra Buana. Mereka berorasi meminta hakim membebaskan Hasto. Polisi menurunkan 1.658 personel untuk mengawal jalannya sidang.
Hasto tiba di pengadilan sekitar pukul 13.30 WIB menggunakan mobil tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengenakan kemeja putih, rompi oranye, dan kacamata hitam. Sebelum masuk ke ruang sidang, ia sempat menunggu di ruang tahanan. Kedatangannya disambut tarian tradisional Bali.
Di ruang sidang Hatta Ali, sejumlah politisi PDIP telah hadir usai salat Jumat, antara lain Ganjar Pranowo, Djarot Saiful Hidayat, Adian Napitupulu, dan Guntur Romli.
Hasto masuk ruang sidang sekitar pukul 13.50 WIB. Sebelum duduk di kursi terdakwa, ia dipeluk dan mendapat dua kecupan di pipi dari istrinya, Maria Stefani Ekowati
Tak lama kemudian, tiga majelis hakim memasuki ruang sidang, dipimpin oleh Hakim Rios Rahmanto. Melihat pengunjung yang membludak, ia meminta ketertiban. “Apabila memang ada pengunjung yang membuat gaduh, dengan atau tanpa perintah majelis, mohon dikeluarkan,” ujarnya kepada petugas.
Sidang dibuka dengan pembacaan dakwaan pertama, yaitu perintangan penyidikan terhadap buronan KPK Harun Masiku. Dalam dakwaan ini, Hasto dinyatakan tidak bersalah.
Majelis hakim menyatakan tidak ditemukan bukti bahwa Hasto sengaja menghalangi penyidikan. Bahkan, proses penyidikan terhadap Harun Masiku oleh KPK tetap berjalan. Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) tertanggal 9 Januari 2020 tetap diterbitkan.
Majelis juga menilai tindakan Hasto yang disebut KPK memerintahkan Harun Masiku merendam handphone pada 8 Januari 2020 masih berada dalam tahap penyelidikan. KPK baru memulai penyidikan pada 9 Januari 2020, ketika Harun ditetapkan sebagai tersangka.
“Karena itu, unsur dalam Pasal 21 UU Tipikor tidak terpenuhi secara yuridis,” kata hakim.
Namun, dalam dakwaan kedua, Hasto dinyatakan bersalah. Ia dianggap terbukti menyediakan dana sebesar Rp 400 juta untuk menyuap bekas anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, guna mengurus proses pergantian antar waktu (PAW) Harun Masiku.
Menurut hakim, dana itu bukan sekadar sumbangan kosong, tetapi wujud nyata dari niat dan persekongkolan. Hal ini diperkuat oleh bukti percakapan WhatsApp dan rekaman telepon antara Hasto dan Saeful Bahri, mantan staf PDIP yang juga terlibat dalam perkara ini.
Tak hanya soal uang, Hasto disebut memiliki akses langsung ke Wahyu Setiawan. Dalam skema besar ini, hakim menilai pembagian peran sangat jelas.
Harun Masiku disebut sebagai penyedia dana utama dan penerima manfaat langsung. Saeful Bahri dan Donny Tri berperan sebagai pelaksana teknis, sementara mantan Komisioner Bawaslu, Agustiani Tio, menjadi pengantar uang. Hasto sendiri berperan sebagai aktor strategis yang membuka jalur komunikasi.
Atas dasar itu, majelis hakim menyatakan Hasto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi berupa pemberian suap secara bersama-sama dan berkelanjutan sebagaimana dalam dakwaan kedua alternatif pertama.
Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Hasto Kristiyanto dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan, serta membayar denda sebesar Rp 250 juta, subsider pidana kurungan selama 3 bulan,” ucap hakim.
Setelah mendengar putusan, Hasto sempat berdiskusi dengan tim penasihat hukumnya. Ia kemudian berdiri di hadapan media sambil mengepalkan tangan, sebagai simbol perlawanan terhadap hukum yang dinilainya dikendalikan oleh kekuasaan.
Hasto membantah terlibat dalam suap Rp 400 juta untuk memuluskan Harun Masiku menjadi anggota DPR periode 2019–2024. Menurutnya, kesalahan ini muncul akibat komunikasi anak buah yang keliru.
“Saya menjadi korban dari komunikasi anak buah. Dalam persidangan ini juga, di bawah sumpah ya, seluruh dana berasal dari Harun Masiku,” kata Hasto.
Ia juga menuding ada fakta yang disembunyikan selama persidangan, terutama soal sumber dana. Dalam pledoinya, Hasto menyebut uang suap untuk Wahyu Setiawan berasal dari Harun Masiku, bukan Rp 400 juta, melainkan Rp 750 juta.
Meski kecewa, Hasto menyatakan akan tunduk pada proses hukum. Ia bahkan mengungkapkan keinginan menjadi sarjana hukum demi membela kepentingan wong cilik dalam mencari keadilan.
“Kami hormati proses hukum. Tapi percayalah, keadilan tidak akan lari dari mereka yang terus memperjuangkannya. Jangan pernah menyerah. Maju tak gentar membela keadilan. Merdeka!” serunya.
Menanggapi putusan itu, Ketua DPP PDIP Ganjar Pranowo menilai majelis hakim cukup bijaksana karena tidak seluruh dakwaan dinyatakan terbukti, meski ia berharap Hasto dibebaskan sepenuhnya.
Ganjar menyampaikan, Hasto dan tim hukum masih mempertimbangkan apakah akan menerima putusan atau mengajukan banding. PDIP, kata dia, akan mendukung keputusan apapun yang diambil Hasto.
Diketahui, vonis yang dijatuhkan terhadap Hasto lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK, yang sebelumnya meminta agar ia dihukum 7 tahun penjara dan membayar denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan.
Sementara itu, Ketua KPK Setyo Budiyanto menyatakan menghormati putusan hakim, meski pihaknya masih mencermati salinan lengkap putusan sebelum memutuskan langkah hukum selanjutnya. “Dalam amar putusan pasti ada pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasar. Dari situ baru ditentukan langkah selanjutnya oleh jaksa penuntut,” katanya di Gedung KPK, Jumat (25/7/2025).
Setyo juga menyinggung soal putusan bebas Hasto dalam dakwaan perintangan penyidikan. Ia menilai unsur pasal tersebut sebenarnya telah terpenuhi berdasarkan bukti yang diajukan.
Meski begitu, KPK tetap menghormati keputusan hakim. Setyo juga menegaskan, jaksa telah bekerja maksimal dalam membuktikan dakwaan selama proses persidangan.
Terkait kemungkinan banding, KPK masih menunggu salinan resmi putusan. Keputusan akhir, lanjut Setyo, sepenuhnya berada di tangan jaksa penuntut umum.
Opini | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Nasional | 21 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pendidikan | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu