Jumlah Penduduk Miskin Menurun

JAKARTA - Tingkat kemiskinan nasional kembali turun. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) per Maret 2025, jumlah penduduk miskin Indonesia mencapai 8,47 persen atau sekitar 23,85 juta jiwa. Angka ini lebih rendah dibandingkan September 2024 sebesar 8,57 persen.
Tak hanya itu, untuk pertama kalinya BPS juga mengumumkan data resmi soal kemiskinan ekstrem, seiring pelaksanaan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2025. Hasilnya, penduduk dalam kondisi kemiskinan ekstrem tinggal 0,85 persen atau 2,38 juta orang. Menurun drastis dari 1,26 persen atau 3,56 juta jiwa pada Maret 2024.
BPS juga melaporkan, garis kemiskinan di Indonesia yang mencerminkan ambang minum kebutuhan hidup layak meningkat menjadi Rp 609.160 per kapita per Maret 2025.
Menko Perekonomian (Menko) Airlangga Hartarto menyambut baik capaian ini. Menurutnya, perbaikan angka kemiskinan menunjukkan efektivitas program nasional.
“Data menunjukkan kemiskinan menurun. Ini sinyal positif bahwa program Pemerintah berjalan, tapi investasi tetap harus didorong agar lapangan kerja terus tumbuh,” ujar Airlangga di Jakarta, Jumat (25/7/2025).
Mantan Ketua Umum Partai Golkar ini menegaskan, Pemerintah tetap memakai data resmi BPS, termasuk indikator purchasing power parity sebagai dasar dalam membuat kebijakan. Dia mengaku, belum ada rencana mengganti pendekatan pengukuran yang digunakan saat ini.
Dengan adanya kenaikan kemiskinan di wilayah perkotaan, Airlangga menyebut struktur ekonomi kota yang bergantung pada sektor jasa menjadi tantangan tersendiri.
“Perkotaan banyak bertumpu pada sektor jasa, bukan manufaktur. Jadi stimulus ekonomi harus disesuaikan dengan karakter sektoralnya,” ungkapnya.
Mantan Menteri Perindustrian ini juga menyinggung pergeseran perilaku konsumsi pasca pandemi Covid-19.
Trennya ke mall sekarang lebih ke makan dan event. Banyak yang datang tapi tidak belanja barang,” ungkapnya.
Pemerintah pun telah mengatur ulang strategi konsumsi masyarakat melalui program diskon transportasi saat libur tahun ajaran baru, sebagai kompensasi dari mepetnya jeda antara libur Lebaran, Natal dan Tahun Baru.
Tak hanya itu, Airlangga juga menyoroti pentingnya pelatihan ulang (retraining) dan peningkatan keterampilan (reskilling) untuk menyambut tantangan pasar kerja masa depan.
Dengan produktivitas yang meningkat, kita bisa dorong pertumbuhan dan serapan tenaga kerja yang lebih baik,” tandasnya.
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengatakan, capaian ini belum cukup. Pemerintah tetap menargetkan kemiskinan nol persen.
“Dalam hal mengentaskan kemiskinan, Pemerintah tidak bisa berdiri sendiri. Teman-teman dunia usaha juga harus berperan, masyarakat dan dunia pendidikan ikut berperan penting,” kata Prasetyo, Minggu (27/7/2025).
Menurutnya, program-program seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP/KKMP) sebagai penggerak baru penciptaan lapangan kerja.
Pengusaha muda makin banyak, adik-adik kita menjadi pengusaha di sektor pertanian dan perikanan di daerah,” ujarnya.
Menurut Prasetyo, hilirisasi juga jadi kunci membuka lapangan kerja lebih beragam. Tapi, butuh kerja sama lintas sektor dan kementerian agar benar-benar berdampak.
“Semangatnya sama untuk mendorong terbukanya lapangan pekerjaan yang lebih besar bagi masyarakat,” tambahnya.
Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah melihat, Pemerintah masih punya potensi besar menekan kemiskinan lebih jauh, jika fokus pada penyerapan tenaga kerja dan penguatan pangan nasional.
Pelibatan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam pelaksanaan program MBG, khususnya di lingkungan sekolah, berpotensi membuka lapangan kerja baru dalam jumlah besar. Dengan demikian, efek ganda dari program ini tidak hanya meningkatkan gizi siswa, tetapi juga menggerakkan ekonomi lokal,” kata Trubus, Jumat (1/8/2025).
Dia juga mendorong program ketahanan pangan melalui insentif untuk menarik minat generasi muda menjadi petani.
Menurutnya, pertanian harus dibangun sebagai sektor ekonomi yang menjanjikan.
“Kalau hasilnya besar dan menjanjikan, makin banyak masyarakat yang bersedia menjadi petani. Ini bisa menjadi motor penggerak ekonomi pedesaan dan solusi pengangguran,” ujarnya.
Trubus menambahkan, orientasi pembangunan ke depan harus bergeser ke pangan, bukan lagi mengandalkan ekspor tambang.
Nasional | 1 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Nasional | 17 jam yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Opini | 2 hari yang lalu
Galeri | 17 jam yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu