Perlu Segera Dibahas DPR, RUU Pemilu Sebaiknya Diusulkan Pemerintah

SUMBAR - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengusulkan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Umum (Pemilu) disegerakan. Aturan main pesta demokrasi di Tanah Air harus dibahas secara komprehensif.
"Rancangan Undang-Undang Pemilu ini perlu segera dibahas. Sebetulnya ini sudah masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2025, tapi hingga kini belum dibahas," kata Direktur Eksekutif Perludem, Heroik Mutaqin di Padang, Sumatera Barat (Sumbar), Selasa (23/9/2025).
Secara teknis, Heroik mengatakan, pembahasan regulasi ini akan melalui perjalanan panjang. Mulai dari pembahasan Badan Legislasi (Baleg) DPR, hingga pembahasan di Komisi II DPR.
Kami berharap RUU Pemilu ini menjadi usulan dari Pemerintah, dengan harapan dapat segera dibahas," ujarnya.
Heroik menjelaskan, ketika sebuah RUU masuk menjadi usulan Pemerintah, maka prosesnya akan lebih cepat. Pemerintah akan membentuk tim khusus yang bersifat independen, sekaligus bertugas menyiapkan naskah akademik.
"Saya rasa tim khusus ini akan lebih objektif, karena kita tahu Undang-Undang Pemilu ini dekat sekali dengan kompetisi," tuturnya.
Selanjutnya, Heroik juga menyarankan, pembahasan RUU Pemilu harus melibatkan partisipasi publik seluas-luasnya. Dia mengingatkan, tujuan akhir dari RUU ini untuk meningkatkan kualitas demokrasi, atau tidak hanya sebatas kepentingan partai politik (parpol) saja.
"Warga berhak tahu apa yang diusulkan dalam desain Pemilu ke depannya," katanya.
Heroik mengatakan, apabila RUU Pemilu dibahas pada 2026, maka pihak-pihak terkait perlu memastikan dan mengedepankan upaya untuk meningkatkan derajat representasi, maupun akuntabilitas representasi melalui penataan ulang desain sistem Pemilu.
Secara khusus, kata Heroik, Perludem mempunyai pandangan dan usulan agar sistem Pemilu di Indonesia menerapkan sistem pemilu campuran, antara proporsional terbuka dan tertutup. Langkah ini diharapkan menjadi solusi konkret terkait perdebatan sistem pemilu yang cocok bagi Indonesia.
“Metode ini menggabungkan antara sistem proporsional tertutup dengan first past the post. Artinya, pemilih bisa memilih dua sekaligus yakni logo partai dan calon,” pungkasnya.
Pengamat politik Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam mengatakan, momentum paling tepat untuk membahas RUU Pemilu adalah pada 2026. Di tahun itu, kata dia, pembahasan RUU Pemilu tidak boleh ditunda, apalagi hingga mendekati Pemilu 2029.
“Awal 2026 momentum yang sangat baik, untuk memulai secara perlahan apa yang harus bisa kita lakukan,” kata Umam di diskusi daring bertema "Urgensi Reformasi Partai Politik dan Sistem Pemilu," di Jakarta, Senin (22/9/2025).
Umam menilai, kepastian hukum terkait regulasi Pemilu, sangat penting. Karenanya, kata dia, kepastian regulasi dan desain Pemilu harus diantisipasi dengan baik.
Jangan sampai muncul kejutan baru yang justru membingungkan publik dan pelaku politik,” ujarnya.
Kebiasaan perubahan aturan secara mendadak, kata Umam, seperti yang terjadi menjelang Pemilu 2024, mulai dari syarat pencalonan presiden-wakil presiden hingga aturan pilkada, sangat tidak kondusif.
Umam mengajak semua pihak untuk mengawal reformasi partai politik dan kepemiluan agar tidak terjebak pada tarik menarik kepentingan jangka pendek. Penataan sistem politik dan Pemilu sejak dini, kata dia, agar kekuasaan yang lahir lebih akuntabel, transparan, dan berdampak nyata bagi masyarakat.
Ini wake up call (peringatan) bagi kita semua. Jangan tunggu sampai 2027 atau 2028,” tandas Umam.
Sebelumnya, Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mengusulkan sistem Pemilu di Indonesia direformasi. Dari sistem pemilihan proporsional terbuka, menjadi sistem proporsional moderat atau moderate list proportional representation (MLPR) alias jalan tengah.
“Terbuka maupun tertutup, keduanya punya kelebihan sekaligus kelemahan. Kita perlu jalan tengah agar demokrasi tidak terus tersandera oleh tarik menarik ekstrem ini,” kata Ketua LHKP PP Muhammadiyah, Ridho Al Hamdi di Jakarta, Sabtu (20/9/2025).
Ridho mengakui, sistem proporsional terbuka lebih baik dibandingkan tertutup. Akan tetapi, kata dia sistem itu juga tidak lepas dari kelemahan mendasar. Mulai dari politik uang, lemahnya kelembagaan partai, hingga intervensi elite parpol.
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 19 jam yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu