TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo
Kader Kudu Usung Perdamaian

Banteng Ingin Hattrick Tanpa Politik Identitas

Laporan: AY
Sabtu, 24 Desember 2022 | 12:34 WIB
Ketua Taruna Merah Putih Maruarar Sirait (baju putih) pada acara HUT ke-53 TMP. (Ist)
Ketua Taruna Merah Putih Maruarar Sirait (baju putih) pada acara HUT ke-53 TMP. (Ist)

JAKARTA - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Taruna Merah Putih (TMP) Maruarar Sirait mengingatkan kader PDI Perjuangan mengusung perdamaian di atas segalanya. Banteng harus mengutamakan politik kebangsaan. Menempatkan kepentingan negara, bukan untuk kelompok dan pribadi.

“KAMI yakin PDI Perjuangan hattrick Pileg dan Pilpres. Itu bu­kan untuk PDI Perjuangan, tetapi kemenangan untuk rakyat,”kata Ara-sapaan Maruarar Sirait saat diskusi publik bertajuk Bahaya dan Antisipasi Politik Identitas Menghadapi Pemilu 2024, sekaligus HUT ke-53 Ketua Umum DPP TMP Maruarar Sirait, di Kantor DPP TMP Jalan Prof. Mohammad Yamin Nomor 1 Menteng, Jakarta Pusat, kemarin.

Hadir perwakilan Organisasi Kepemudaan (OKP) seperti PMII, HMI, GMNI, Hikmabudi, PMKRI, GMKI, Ansor dan perwakilan OKP lainnya. Serta sejumlah kader PDI Perjuangan dari DPC dan perwakilan lainnya.

Ara berharap, Pemilu 2024 tidak ada lagi politik identitas.PDI Perjuangan bertekad hattrick ti­dak dengan mengusung politik identitas.

“Sehingga rakyat semakin da­mai rukun dan sejahtera. Gotong royonglah yang akan terus kita tradisikan,” ucapnya.

Dikatakan Ara, sebenarnya masyarakat sudah memegang erat nilai Pancasila. Masyarakat di daerah amat menerima perbedaan.

Ara mencontohkan, dirinya menang tiga periode dengan suara terbanyak di Daerah Pemilihan Jawa Barat IX, meliputi Kabupaten Majalengka, Kabupaten Subang, dan Kabupaten Sumedang.

“Saya Batak, Kristen, menang tiga periode dengan ratusan ribu suara di daerah dengan mayori­tas Islam. Saya menemukan, ra­sakan, dan alami nilai Pancasila di dapil saya. Pancasila bukan hanya ide dan gagasan. Harus berbagi, berbuat dengan hati dan tindakan dimulai diri sendiri kepada sesama,” tuturnya.

Ara mengaku tidak akan maju dalam Pemilu 2024. Ara men­dorong anak-anak muda lebih banyak berkiprah di kancah poli­tik. Anak muda harus memberi dampak positif.

"Saya nggak nyaleg. Waktunya mendorong dari belakang. Regenerasi harus diteruskan. Harus bermanfaat bagi rakyat, dan jangan lupa pada partai yang membesarkan,” ujar Ara.

Pendiri Syaiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Prof. Dr. Saiful Mujani mengungkapkan, politik identitas bersumber dari belum mampu­nya mentransformasi identitas sosial ke identitas politik.

"Saiful orang Banten, bukan orang PDI Perjuangan. Banten adalah identitas sosial. Kalau Golkar atau PDI Perjuangan, itu identitas politik. Kita lebih mengenal orang Banten, Islam, Katolik, ketimbang mengenal identitas politik. Identitas politik masih jadi subordinasi dari identitas sosial,” paparnya.

Dia mencontohkan, identitas sosial di Amerika yang sudah bertransformasi. Joe Biden dan Barack Obama bukan dilihat se­bagai Katolik dan sebagai orang Afro, tetapi sebagai politisi Demokrat. Di Inggris, Perdana Menteri saat ini tidak dilihat orang etnik India, tetapi dari Partai Konservatif.

“Di Indonesia, orang tidak Islam, tidak akan berani maju Presiden. Bung Ara bakal mikir seribu kali kalau mau jadi Presiden atau Gubernur Sumut. Karena beliau bukan Islam,” sebutnya.

Dikatakan Saiful, Pilkada DKI Jakarta adalah ujian pertama bagi bangsa Indonesia yang katanya amat toleran. Sayang, Indonesia gagal melalui ujian ini. Orang tidak memilih Ahok, karena identitasnya berbeda dari mayoritas.

Namun, dia yakin, politik identitas tak akan terlalu ken­tara dalam Pilpres 2024. Sebab, identitas sosial calonnya relatif sama. Tidak ada yang bisa meng­klaim lebih saleh. Walaupun ada upaya kelompok yang pakai indentitas sosial, tetapi relatif tidak berhasil.

Menurutnya, untuk mentrans­formasi identitas sosial ke identi­tas politik, butuh waktu panjang. Kapan bisa sadar berbaju agama, kapan harus ditanggalkan, harus terus disosialisasikan.

Ke depan, dilihat dari kekua­tan politik formal di tingkatkan elite, mestinya Indonesia op­timistis tak akan pecah karena politik identitas di 2024.

Tapi, selama tidak ada per­bedaan yang mendasar atau platformantara calon satu denganyang lain, maka akan muncul politik identitas.

“Kalau sama-sama bodoh, nol platform, maka akan mun­cul dan dipakai politik identi­tas ini. Terutama agama yang skalanya nasional. Untungnya, Islam sangatdominan dan tidak terpinggirkan. Sehingga saya kira tidak akan terlalu curam,” jelasnya. rm.id

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo