TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Beberin Data Di DPR

Sri Mulyani: Utang Banyak Berkahnya

Laporan: AY
Rabu, 31 Mei 2023 | 08:30 WIB
Foto : Ist
Foto : Ist

JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani menjadi orang paling disorot terkait melonjaknya utang negara. Sri Mul pun menegaskan, utang banyak berkahnya untuk pembangunan Indonesia.

Hal tersebut disampaikan Sri Mul saat rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR. Rapat digelar di ruangan Banggar DPR, di Gedung DPR, kemarin siang.

Rapat membahas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Rancangan Anggadan Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2024 serta Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2024. Rapat dipimpin Ketua Banggar, Said Abdullah.

Pada awal paparannya, Sri Mul membahas soal ekonomi Indonesia. Kemudian dia menjelaskan soal penerimaan negara dan utang.

Terkait utang, Sri Mul menjelaskan, pembiayaan dari utang yang dilakukan sejak pandemi Covid-19 justru berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Selama pandemi, Produk Domestik Bruto (PDB) naik menjadi 276,1 miliar dolar AS, dengan utang 206,5 miliar dolar AS. Dengan catatan ini, 1 dolar AS utang yang dilakukan Pemerintah mampu menghasilkan 1,34 dolar AS untuk PDB.

Dengan kata lain, utang justru banyak berkahnya. "Indonesia, 1 dolar AS utang kenaikan GDP-nya 1,34 dolar AS. Kenaikan GDP lebih besar dari kenaikan utang," terang Sri Mul. 

Sri Mul membeberkannya dengan data. Data yang dibeberin Sri Mul adalah nominal utang dan PDB sejumlah negara, termasuk Indonesia. Data tersebut akumulasi dari 2018 sampai 2022.

Bukan hanya Indonesia, kata Sri Mul, Vietnam juga terbukti mampu memaksimalkan utangnya. Tercermin dari PDB yang naik menjadi 102 miliar dolar AS dengan posisi utang yang dimiliki 18,2 miliar dolar AS.

"Ini adalah dua negara yang cukup exceptional . Karena kenaikan dari government debt menyebabkan kenaikan GDP-nya lebih besar dari kenaikan debt-nya," tutur Sri Mul.

Kontribusi utang Indonesia dan Vietnam lebih baik dari negara lainnya. Seperti India, Malaysia, Filipina, Thailand, Amerika Serikat, dan China. Sejumlah negara ini, pertumbuhan PDB tidak lebih besar dari nominal utang yang pemerintahnya lakukan saat itu.

India berutang hingga 932,4 miliar dolar AS. Namun, kenaikan PDB-nya hanya 683,5 miliar dolar AS. Artinya, 1 dolar AS utang yang dilakukan Pemerintah India hanya menghasilkan PDB 0,573 dolar AS.

Lalu Malaysia. Kenaikan utangnya sebesar 69,5 miliar dolae AS, sementara PDB nominal hanya 48,9 miliar dolar AS. Kondisi serupa dialami oleh Filipina. Utangnya naik menjadi 103,6 miliar dolar AS, PDB-nya hanya naik 57,4 miliar dolar AS.

Begitu juga Amerika Serikat. Kenaikan utangnya mencapai 8.925,8 miliar dolar AS, sementara PDB-nya hanya naik 4.931,4 miliar dolar AS. Sama halnya Thailand. Dengan utang 86,1 miliar dolar AS, PDB-nya hanya 29,6 miliar dolar AS. China tak jauh berbeda. Utangnya saat itu naik 6.114,6 miliar dolar AS, tetapi PDB-nya hanya tumbuh 4.258,2 miliar dolar AS.

"Ini pelajaran bagi kita semua. Memang kenaikan GDP tidak hanya didukung utang karena tidak sustain, tapi Indonesia relatif cukup baik," cetus mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.

Bukan hanya kontribusi utang terhadap PDB, Sri Mul juga ingin menurunkan rasio utang terhadap PDB ke rentang 38,07-38,97 persen tahun depan. Adapun tahun ini rasio utang terhadap PDB mencapai 39,4 persen. 

Ia menilai, target rasio utang RI pada 2024 itu masih terbilang aman. Apalagi, jumlah itu masih jauh di bawah ambang batas utang yang ditetapkan UU Keuangan Negara, yakni 60 persen dari PDB.

Anggota Komisi XI DPR, Hendrawan Supratikno mengatakan, utang merupakan alternatif pembiayaan untuk mempercepat rencana dan capaian target yang telah diusung. "Yang penting utang digunakan secara produktif, hati-hati dan akuntabel," pesannya.

Hanya saja, kata dia, utang berdampak pada psikis, yakni mengendurkan disiplin fiskal. Karena meremehkan kendala keterbatasan dana, selagi masih bisa berutang. Terlebih, dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, rasio utang dibatasi mencapai 60 persen dari PDB. Sehingga membuat pemangku kebijakan leluasa menjadikan utang sebagai andalan.

Sementara, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menilai, Pemerintah terlalu overclaim dan memandang rendah risiko utang. Padahal utang Pemerintah sekarang bukan lagi menjadi leverage, tapi sudah menjadi beban. (RM.id)

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo