TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Haji 2025

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers

Lobi Tarif Impor, Amerika Kasih Sinyal Positif

Reporter & Editor : AY
Sabtu, 19 April 2025 | 08:41 WIB
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (dasi biru) memimpin delegasi Indonesia melobi kebijakan tarif Impor baru Amerika. Foto : Ist
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (dasi biru) memimpin delegasi Indonesia melobi kebijakan tarif Impor baru Amerika. Foto : Ist

AS - Menko Perekonomian Airlangga Hartarto memberi kabar baik terkait upaya Pemerintah Indonesia melobi Pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk menurunkan tarif impor. Airlangga yang ditugaskan Presiden Prabowo Subianto sebagai pemimpin tim lobi, menyatakan pemerintah AS memberi sinyal positif atas semua tawaran untuk menerapkan tarif dagang yang adil dan seimbang.

 

Kabar tersebut disampaikan Airlangga dalam konferensi pers bertajuk “Perkembangan Terkini Negosiasi dan Diplomasi Perdagangan Indonesia-Amerika Serikat” dari Washington DC, AS, yang digelar secara daring pada Jumat (18/4/2025), pukul 8.00 WIB. Air­langga hadir didampingi Wakil Menteri Keuangan Thomas Dji­wandono dan Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Mari Elka Pangestu.

 

Dalam paparannya, Airlangga menyampaikan hasil lobi-lobinya dengan Pemerintah AS terkait rencana penerapan tarif resiprokal atau timbal balik yang diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump sebesar 32 persen untuk produk Indonesia. "Pemerintah Indonesia secara aktif mengakses pejabat terkait di Amerika," ujar Airlangga mengawali paparannya.

 

Misalnya, tim lobi telah bertemu dengan beberapa pejabat tinggi, seperti Secretary of Commerce Howard W. Lutnick dan US Trade Representative Jamieson Greer. Selain itu, Menteri Luar Negeri Indonesia Sugiono secara bersamaan juga telah bertemu dengan Secretary of State Marco Hugo.

 

Berdasarkan hasil pertemuan itu, Airlangga menuturkan, pejabat-pejabat terkait telah memberikan sinyal positif karena Indonesia menjadi salah satu negara yang diterima lebih awal. Padahal, ada negara lain yang juga sudah bicara dengan Pemerintah Amerika seperti Vietnam, Jepang dan Italia.­

 

"Kita mendiskusikan opsi yang ada terkait kerja sama bilateral antara Indonesia dan Amerika. Kita berharap situasi perdagangan yang kita kem­bangkan bersifat adil dan berimbang," ujar Airlangga.

 

Airlangga juga menjelaskan, dalam pertemuan tersebut Indonesia mendo­rong tarif yang seimbang untuk produk unggulan Indonesia, seperti tekstil, garmen, alas kaki, furnitur, dan udang. Sebab, kebijakan bea masuk yang tinggi dari AS membuat pengusaha dalam negeri menjerit.

 

Menurut Airlangga, meskipun Trump menunda pemberlakukan tarif impor selama 90 hari, tapi Trump tetap men­genakan tarif tambahan 10 persen untuk produk Indonesia. "Itu juga menjadi konsen Indonesia, karena dengan tambahan 10 persen itu biaya ekspor menjadi lebih tinggi," ungkapnya.

Sebaliknya, untuk keuntungan AS, sambung Airlangga, Indonesia mengu­sulkan untuk membeli energi dari AS seperti LPG, crude oil, dan gasoline. Termasuk meningkatkan pembelian sejumlah produk pertanian seperti gandum, kedelai, serta turunannya.

 

Indonesia juga menyampaikan dukungan terhadap perusahaan-peru­sahaan AS yang beroperasi di Tanah Air dengan menjanjikan kemudahan perizinan dan insentif. Tak hanya itu, pihaknya mengajak AS kerja sama di sektor mineral strategis, penguatan rantai pasok, serta akses impor untuk produk hortikultura.

 

“Indonesia juga mendorong kerja sama di sektor pendidikan, sains, teknologi, engineering, matematika, serta pengembangan ekonomi digital dan jasa keuangan,” imbuh Airlangga.

 

Karena itu, dalam mencari jalan tengah, kedua negara sepakat membentuk tim teknis dan kerangka acuan sebagai dasar penyelesaian negosiasi dalam waktu 60 hari. Rangkaian per­temuan teknis lanjutan akan digelar dalam satu hingga tiga putaran dan diharapkan bisa ditindaklanjuti dalam bentuk format perjanjian yang disetu­jui kedua negara.

 

"Diharapkan dengan seluruh perte­muan itu, proses negosiasi bisa disele­saikan dalam waktu yang ditargetkan 60 hari," ujarnya

 

Selain itu, Airlangga menyampai­kan, Pemerintah Indonesia tengah menyusun paket kebijakan ekonomi, termasuk revisi format Tingkat Kom­ponen Dalam Negeri (TKDN) menjadi insentif-based dan membentuk tim de­regulasi untuk memperbaiki ekosistem investasi dan perdagangan.

 

Airlangga juga menegaskan pentingnya diversifikasi pasar ekspor, termasuk percepatan perjanjian EU-CEPA serta perluasan akses pasar ke Australia, Inggris, Meksiko, dan ka­wasan Amerika Latin. "Tentu kita akan mitigasi penurunan ekspor ke Amerika akibat tarif tinggi, tapi Indonesia opti­mis perundingan 60 hari bisa mencapai hasil yang positif," tandasnya.

 

Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Mari Elka Pangestu menambahkan, Pemerintah akan memberikan perhatian khusus kepada sektor-sektor yang rentan, seperti in­dustri padat karya dan perikanan, khususnya udang. Bahkan, Pemerintah sudah melakukan mitigasi dampak penerapan tarif resiprokal terhadap industri padat karya.

 

“Kami sedang mempelajari langkah-langkah spesifik yang bisa dilakukan untuk sektor-sektor terdampak. Pemerintah juga membentuk satgas ketenagakerjaan dan PHK untuk mengantisipasi dampak langsung," ujarnya.

 

Ia juga menyampaikan, dalam beberapa bulan terakhir, pelaku usaha khususnya di sektor garmen, alas kaki, dan industri padat karya, telah mencari lokasi produksi baru untuk menjaga akses ekspor ke pasar AS.

 

Pemerintah juga punya program revitalisasi padat karya untuk memfasilitasi investor agar rantai pasoknya lebih luas. Mengingat, saat ini Indone­sia sudah menjalin kerja sama dengan Korea, Jepang dan Australia.

 

Dalam konteks pasar global, Mari juga menegaskan pentingnya diversifi­kasi ekspor ke kawasan lain, termasuk Eropa, Asia Timur, dan ASEAN. Per­cepatan penyelesaian perjanjian da­gang seperti EU–CEPA juga menjadi prioritas agar rantai pasok Indonesia lebih luas dan menguntungkan.

 

Menurutnya, jika Indonesia bisa me­manfaatkan perang dagang antara AS dan China, ada potensi untuk mengam­bil peran penting dalam rantai pasok global di sektor-sektor strategis seperti mineral kritis dan semikonduktor.

 

"Diversifikasi pasar itu sangat penting seperti di Eropa. Termasuk untuk percepatan penyelesaian EU-CEPA, tapi di luar itu tentunya mitra-mitra dagang yang lain perlu kita libatkan termasuk di kawasan kita sendiri seperti di ASEAN," pungkasnya.

Komentar:
ePaper Edisi 30 April 2025
Berita Populer
02
Joan Garcia Kiper Pilihan MU

Olahraga | 13 jam yang lalu

07
Laga NBA 2024-2025

Olahraga | 1 hari yang lalu

09
Andra Soni Mulai Ngantor Di BLK Melati Mas

TangselCity | 1 hari yang lalu

GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit