Larangan Studi Tur Gubernur Jawa Barat Dinilai Rugikan Industri Pariwisata

BANDUNG - Larangan studi tur oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mendapat kritikan dari pengusaha pariwisata. Kebijakan ini diklaim pengusaha wisata mempengaruhi kelangsungan industriwisata.
Koordinator Lapangan Solidaritas Pekerja Pariwisata Jawa Barat Nana Yohana mengungkapkan kondisi ini mendorong para pekerja wisata untuk mencari pinjaman dari sumber tidak resmi.
"Kalau bicara lari ke bang emok (Bank tidak resmi), pelaku pariwisata pun jika tidak punya pekerjaan dan menganggur, akhirnya akan lari ke bang emok," ujarnya saat menyampaikan aksi di depan Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, pada Rabu (23/7/2025).
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Gabungan Pengusaha Industri Pariwisata (GIPI) Hariyadi Sukamdani. Menurut dia, kebijakan itu mempengaruhi industri pariwisata. Bahkan, kata dia, daerah lain mulai mengikuti aturan tersebut.
"Banyak kepala daerah yang mulai ikut-ikutan," ujar Haryadi kepada Tangselpos.id, Kamis (24/7/2025).
Meskipun mendapat kritik, Gubernur Dedi Mulyadi tetap keukeuh tidak akan mencabut kebijakan larangan studi tur di sekolah. Dia ingin agar kebijakannya tidak membebankan masyarakat kecil.
Yang dilarang adalah kegiatan studi tur yang kemudian dengan demonstrasi itu menunjukkan dengan jelas kegiatan studi tur itu sebenarnya kegiatan piknik. Kegiatan rekreasi bisa dibuktikan yang demonstrasi para pelaku jasa kepariwisataan," kata Dedi dikutip dari laman Instagram-nya, Selasa (22/7/2025).
Sementara itu, Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partaonan Daulay menilai untuk menyelesaikan masalah ini hanya dibutuhkan duduk bareng antara Pemerintah dan pengusaha. "Penting untuk dilakukan dialog itu, dengan tidak ada jarak antara para pelaku usaha, dengan Kang Dedi Mulyadi," saran Saleh saat berbincang dengan Tangselpos.id melalui saluran telpon, Kamis (24/7/2025).
Untuk membahas topik ini lebih lanjut, berikut wawancara selengkapnya dengan Hariyadi Sukamdani dan Saleh Partaonan Daulay.
Bagaimana Anda melihat fenomena larangan studi tur yang diterapkan di beberapa daerah, khususnya di Jawa Barat yang dinilai rugikan pengusaha pariwisata?
Sebetulnya ini ada beberapa hal yang harus dipahami secara mendalam. Pertama, soal larangan itu sendiri. Saya kira, kalau yang saya baca dari sikapnya KDM (Kang Dedi Mulyadi), dia tidak ada niat untuk menghalangi berkembangnya travel dan usaha-usaha pariwisata lainnya. Tapi yang dia larang adalah pelaksanaan studi tur pada waktu sekolah, karena ada banyak kejadian di mana pada saat pelaksanaan studi tur itu ada kecelakaan, bahkan ada yang sampai merenggut nyawa.
Jadi, alasan utamanya adalah keselamatan siswa?
Betul. Itu yang pertama. Kedua, kelihatannya Pemerintah itu mungkin mengambil tanggung jawab bagaimana agar anak-anak yang sekolah itu tidak sampai, katakanlah, menjadi korban. Makanya dijaga dengan cara bagaimana? Sekolahnya yang dilarang. Nah, kewenangan untuk melarang sekolah itu ada pada Pemerintah. Karena sekolah SD, SMP itu kewenangannya ada pada bupati, sementara SMA dan SMK itu ada pada gubernur. Makanya itu yang sekarang diterapkan di Jawa Barat.
Kalau kebijakan ini dinilai memberatkan dunia usaha, solusinya seperti apa?
Kalau misalnya ada aspek-aspek yang dinilai tidak sesuai dengan dunia usaha, saya kira ada pintu terbuka untuk melakukan dialog secara langsung dengan KDM. Jadi, para pengusaha ini diminta bicara langsung ke KDM. Menurut saya untuk demonstrasi atau unjuk rasa yang sebetulnya justru akan memperjauh jarak komunikasi itu sendiri.
Selain dialog, adakah saran lain bagi para pengusaha travel yang terdampak?
Tentu para pengusaha yang sekarang bekerja di travel itu saya kira juga harus membuka akses untuk mencari nasabah baru selain anak-anak sekolah dan para pelajar. Ya, dicari tempat-tempat lainnya yang bisa untuk menjadi sumber pendapatan mereka. Ketiga, tentu saya juga berharap bahwa hubungan dan relasi antara para travel agensi ini dengan seluruh pemangku kepentingan, termasuk Pemerintah, itu dibangun dengan benar.
Konkretnya seperti apa?
Tentu jika ada kebijakan-kebijakan yang akan diambil oleh Pemerintah bisa dikomunikasikan secara langsung. Jangan sudah ada kebijakannya dikeluarkan, baru ada hal-hal yang ternyata tidak sesuai, tidak setuju, lalu mengambil posisi yang berbeda. Nah, karena itu saya kira kunci utama dari penyelesaian persoalan ini adalah dialog dulu. Langsung dengan KDM dan Pemerintah yang mengurusi Jawa Barat.
Opini | 1 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Galeri | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu