TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo
Ramai Isu Masa Cuti Hingga Upah

Perppu Ciptaker Panas Gegara Hoaks

Laporan: AY
Minggu, 08 Januari 2023 | 16:10 WIB
Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemenaker Indah Anggoro Putri. (Ist)
Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemenaker Indah Anggoro Putri. (Ist)

JAKARTA - Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) masih jadi buah bibir. Perppu Ciptaker memanas, gegara banyak informasi keliru yang beredar alias hoaks.

Yang bikin panas Perppu Ciptaker, antara lain isu seputar masa cuti, outsourcing hingga upah. Isu krusial itu banyak dibicarakan publik, terutama ka­langan serikat pekerja. Mereka khawatir akan implementasi Perppu tersebut.

Namun, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) me­nepis sejumlah isu liar tersebut. Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Indah Anggoro Putri menerangkan, tujuan penerbitan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja adalah, menciptakan dan meningkatkan lapangan kerja, menyerap tenaga kerja seluas-luasnya.

Ia menilai banyak orang salah menangkap informasi yang kelir, sehingga menimbulkan kekha­watiran. Seperti kabar yang akan menghapus libur 2 hari dan cuti haid-melahirkan.

“Ini ada hoaks yang berkem­bang Perppu ini menghapus waktu istirahat atau libur jadi itu tidak benar,” kata Indah da­lam keterangan persnya, secara virtual, kemarin.

Padahal, sejatinya jumlah waktu istirahat tetap tergantung jumlah waktu kerja yang diter­apkan oleh pemilik perusahaan. Dia bilang urusan masa libur itu 1 hari atau 2 hari, tergan­tung peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama antara perusahaan dengan karyawan.

“Jadi ini tetap harus dimusyawarahkan antara pengusaha dan pekerja bukan dihapus seperti yang beredar,” jelasnya.

Indonesia sebagai anggota International Labour Organisation tentu tidak bisa seme­na-mena sampai menghapus waktu libur pekerja. RI sampai sekarang, lanjut Indah, tetap konsisten dengan waktu kerja maksimal 40 jam/minggu.

Jika ada perusahaan yang mempekerjakan buruh lebih dari waktu yang ditetapkan, maka perusahaan tersebut harus mendapat izin dari Kementerian Ketenagakerjaan karena terkait risiko keselamatan kerja.

"Bila dalam satu minggu peru­sahaan menetapkan waktu kerja enam hari, maka pekerja berhak dapat libur satu hari. Kalau lima hari kerja, maka pekerja berhak untuk istirahatnya dua hari dan seterusnya. Mengenai libur nggak mesti Sabtu atau Minggu,” jelasnya.

Indah juga membantah Perppu Cipta Kerja menghapus cuti haid dan cuti melahirkan bagi pekerja perempuan. Semua itu masih ada dan diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003.

"Karena tidak ada perubahan, maka cuti haid dan cuti mela­hirkan tidak dituangkan dalam Perppu Cipta Kerja, sehingga acuan yang digunakan adalah UU Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 81 (cuti haid) dan Pasal 82 (cuti melahirkan),” bebernya.

Sementara mengenai aturan outsourcing Pemerintah berjanji untuk tetap melindungi pekerja Indonesia.

Lewat Perppu Cipta Kerja, Pemerintah akan membatasi jenis pekerjaan yang bisa meng­gunakan tenaga alih daya atau outsourcing.

Kemnaker akan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja. Aturan itu merupakan turunan UU Cipta Kerja yang sudah tidak berlaku lagi.

Sebelumnya, UU Cipta Kerja tidak mengatur pembatasan jenis pekerjaan yang dapat dia­lihdayakan.

“Hal itu dimaknai bahwa pelaksanaan alih daya dapat dilakukan terbuka untuk semua jenis pekerjaan dalam suatu proses produksi. Nah kemudian Perppu ini mengatur pembatasan jenis pekerjaan,” terang Indah.

Kemnaker juga mengklarifikasi terkait dengan upah. Ia membantah tudingan yang me­nyatakan bahwa upah mini­mum hanya ditentukan oleh Pemerintah Pusat. Kabar itu keliru.

"Itu tidak benar. Hoaks jika dikatakan Perppu ini mengemba­likan kuasa ke Pemerintah Pusat untuk menetapkan upah daerah di seluruh Indonesia,” ungkapnya.

Ia mengatakan, ada 3 pasal soal upah minimum yang berubah di Perppu Ciptaker. Pertama, di pasal 88 C di mana Perppu Ciptaker memberi penegasan syarat penetapan upah minimum kabupaten/kota (UMK).

UMK dapat ditetapkan bila hasil perhitungannya lebih tinggi dari upah minimum provinsi. Sedangkan di kabupaten yang belum ada UMK harus ikuti syarat tertentu yang diatur Peraturan Pemerintah (PP).

Kedua, terkait perubahan for­mula perhitungan upah mini­mum. Saat ini, Perppu Ciptaker mengatur upah minimum mem­pertimbangkan 3 variabel, yakni pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu.

Aturan ini berbeda dengan formula perhitungan upah mini­mum di UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang hanya mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi atau inflasi. rm.id

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo