Kuota Haji 2026, Distribusi Diubah, Sudah Tepat Dan Adilkah?
JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyoroti kebijakan Kementerian Haji dan Umrah terkait redistribusi kuota haji nasional tahun 2026. Kebijakan itu dinilai mengancam hak keberangkatan ribuan calon jemaah haji.
Salah satu daerah yang diungkap YLKI adalah Jawa Barat, khususnya di Kabupaten Sukabumi, yang pada 2025 mendapat kuota 1.535 orang, namun tahun 2026 turun drastis menjadi hanya 124 orang.
Ketua YLKI Niti Emilian menilai, perubahan ini berpotensi mengubur harapan calon jemaah yang sudah menunggu lebih dari satu dekade untuk berangkat ke tanah suci.
Negara wajib memberikan kepastian hukum, transparansi, dan akuntabilitas penuh atas setiap perubahan kebijakan yang berdampak pada hak keberangkatan konsumen,” ujar Niti.
Dia meminta Pemerintah menginformasikan secara terbuka formula pembagian kuota antar provinsi dan kabupaten/kota, termasuk parameter jumlah penduduk muslim dan masa tunggu.
Niti berharap Pemerintah belajar dari kasus-kasus gagal berangkat.
Karena itu, YLKI mendesak Pemerintah membuka ruang dialog dengan calon jemaah yang terdampak serta menyiapkan skema pengaduan dan kompensasi yang adil,” tegasnya.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Menteri Haji dan Umrah Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, pembagian kuota haji reguler telah sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Pembagian tersebut, kata Dahnil, ada dua opsi, yaitu berdasarkan persentase penduduk muslim dan/atau persentase daftar tunggu jemaah haji.
Selama ini, pembagian kuota haji reguler ke provinsi tidak sesuai dengan regulasi dalam undang-undang. Sehingga perlu perbaikan kembali ke ketentuan dalam regulasi,” jelas Dahnil kepada Redaksi, Rabu (19/11/2025).
Untuk mengetahui pandangan dari Dahnil Anzar Simanjuntak mengenai distribusi kuota haji tahun 2026, berikut wawancaranya.
Apa tanggapan Anda dengan sorotan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) terkait redistribusi kuota haji 2026, yang menyebabkan penurunan drastis kuota di beberapa daerah, seperti Sukabumi, dari 1.535 menjadi hanya 124 orang?
Jika terjadi penurunan atau kenaikan antar provinsi, itu adalah konsekuensi logis perubahan cara penghitungan kuota dan dalam rangka mengembalikan pembagian sesuai dengan ketentuan. Dengan pembagian kuota haji berdasarkan daftar tunggu jemaah haji, maka telah sesuai dengan prinsip first come first serve, siapa yang mendaftar terlebih dahulu, dia yang mendapatkan pelayanan lebih awal.
Jadi tidak ada yang mendaftar belakang namun berangkat lebih awal?
Tidak ada lompatan-lompatan urutan nomor porsi, kecuali yang telah diizinkan dalam undang-undang. Dengan contoh Kabupaten Sukabumi yang tadinya 1.535 jemaah dan sekarang dengan hitungan baru (daftar tunggu) menjadi 124 orang, maka selama ini kuota Sukabumi mengambil kuota jemaah haji kabupaten lain yang seharusnya berhak berangkat lebih dahulu. Tahun ini bisa jadi Sukabumi hanya mendapatkan kuota 124 orang, namun pada tahun mendatang kemungkinan bisa mendapatkan kuota yang lebih banyak, bergantung dengan berapa jumlah pendaftar dari Sukabumi yang masuk dalam kuota haji Provinsi Jawa Barat untuk tahun depan.
Bagaimana formula pembagian kuota antar provinsi dan kabupaten/kota yang digunakan Pemerintah?
Pembagian kuota haji reguler berdasarkan daftar tunggu jemaah haji. Hitungannya yakni, jumlah pendaftar haji reguler provinsi (contoh) adalah kuota haji Provinsi XXX dibagi jumlah pendaftar haji reguler nasional dikali jumlah kuota haji reguler. Metode pembagian tersebut sudah disampaikan dan didiskusikan dengan Komisi VIII DPR dan diminta untuk sosialisasi ke masyarakat.
Sejauh mana transparansi terkait formula tersebut sudah disampaikan kepada publik?
Dalam beberapa kesempatan bertemu dengan masyarakat, kami telah menjelaskan adanya perubahan kuota di beberapa provinsi. Juga dalam sistem informasi haji telah dijelaskan tentang cara penghitungan dan pembagian kuota haji reguler.
YLKI menilai kebijakan redistribusi ini bertentangan dengan prinsip perlindungan konsumen. Apa tanggapan Anda?
Justru Kementerian Haji dan Umrah ingin mengembalikan prinsip pembagian kuota haji berdasarkan peraturan perundang-undangan dan mengimplementasikan siapa yang mendaftar dahulu, dia yang berhak untuk dilayani berangkat lebih awal. Kepastian hukum jamaah untuk berangkat dijamin dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 Pasal 30 ayat (6) bahwa nomor urut pendaftaran digunakan sebagai dasar pelayanan pemberangkatan jemaah haji. Jamaah haji yang telah terdaftar akan diberangkatkan sesuai waktu antrean di provinsi yang bersangkutan, tidak ada saling menyerobot. Dengan mengurutkan nomor porsi dalam satu provinsi, maka jemaah dalam satu provinsi tidak ada yang salip-menyalip, kecuali untuk yang diperbolehkan seperti prioritas lanjut usia.
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu



