TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo
Sidang Tuntutan Perkara Pembelian Helikopter

Mantan KSAU Disebut Turut Terlibat Korupsi

Laporan: AY
Selasa, 31 Januari 2023 | 08:41 WIB
Sidang terdakwa John Irfan Kenway di Pengadilan Tipikor terkait kasus pembelian helikopter TNI AU. (Ist)
Sidang terdakwa John Irfan Kenway di Pengadilan Tipikor terkait kasus pembelian helikopter TNI AU. (Ist)

JAKARTA - Direktur PT Diratama Jaya Mandiri John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh dianggap terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Agus Supriatna.

Dalam sidang tuntutan, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan Irfan, Agus, dan beberapa pihak lainnya ter­bukti merugikan negara Rp738,9 miliar dalam pembelian helikop­ter Augusta Westland (AW)-101.

“Terdakwa atau orang lain atau suatu korporasi telah mem­peroleh sejumlah uang atau harta benda dengan secara melawan hukum,” ujar Jaksa Ariawan Agustiartono membacakan tun­tutan hukuman di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (30/1/2023).

Jaksa menjelaskan dalam pem­belian heli ini Irfan menangguk untung Rp183.207.870.911,13. Sementara Agus Supriatna yang menjadi Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) terbukti mendapatkan keuntungan Rp17.733.600.000.

Uang itu, kata jaksa, disamarkan dengan istilah Dana Komando (Dako) yang diambil dari pembayaran pada termin pertama sebesar Rp436.689.900.000. Sehingga Irfan hanya menerima pembayaran Rp418.956.300.000.

“Sesuai kesepakatan diambil 4 persen dari keseluruhan pembayaran tahap kesatu yakni sebesar Rp17.733.600.000 untuk dipergunakan sebagai Dana Komando yang ditujukan kepada Agus Supriatna,” urai jaksa.

Irfan membantah pemberian uang ini. Namun jaksa menemu­kan alat bukti petunjuk berupa pesan singkat (SMS) pada 4 Mei 2017 di telepon genggam milik Irfan.

Pesan itu erkait reservasi penginapan gratis dari Irfan kepada Agus. Bukti itu menurut jaksa, menunjukkan sedemikian dekat hubungan keduanya. Apalagi pesanan itu dibuat pada saat proses pembelian helikopter AW-101 untuk TNI AU pada 2016 silam.

“SMS tersebut menunjukkan pengadaan helikopter AW-101 tersebut ‘tidak baik-baik’ saja. Berdasarkan uraian di atas maka unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu kor­porasi telah terpenuhi secara sah dan meyakinkan,” nilai jaksa.

Lebih jauh jaksa menguraikan di persidangan Irfan mengaku pernah mengembalikan dako tersebut pada 5 September 2016. Meskipun menunjukkan bukti surat pernyataan pengembalian dana tersebut, namun Irfan di­anggap tidak bisa menunjukkan keberadaan uangnya.

Menurut jaksa, pengakuan itu menegaskan adanya pemberian uang kepada Agus. “Selain itu pemberian sejumlah uang terse­but telah vooltoid diserahkan oleh Terdakwa kepada pihak pemberi kerja,” tandas jaksa.

Jaksa meyakini Irfan menguntungkan korporasi AgustaWestland sebesar 29.500.000 dolar Amerika atau senilai Rp 391.616.035.000 serta perusa­haan Lejardo. Pte.Ltd., sebesar 10.950.826,37 dolar Amerika atau sekitar Rp 146.342.494.088,87.

Jaksa menyebut, perbuatan korupsi ini dilakukan Irfan ber­sama-sama Agus Supriatna dan Head of Region Southeast Asia Leonardo Helicopter Division AgustaWestland Products Lorenzo Pariani, Direktur Lejardo Pte. Ltd. Bennyanto Sutjiadji.

Serta Kepala Dinas Pengadaan Angkatan Udara (Kadisada AU) sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) periode 2015 - 20 Juni 2016 Heribertus Hendi Haryoko, Kadisasa AU dan PPK periode 20 Juni 2016 - 2 Februari 2017 Fachri Adamy, Asisten Perencanaan dan Anggaran KSAU TNI AU periode 2015 - Februari 2017 Supriyanto Basuki, dan Kepala Pemegang Kas Mabes TNI AU periode 2015 - Februari 2017 Wisnu Wicaksono.

Jaksa menyebut, pada Mei 2015 hingga Februari 2017, Irfan cs mengatur spesifikasi teknis helikopter angkut AW-101, mengatur proses pembeliannya dan menyerahkan helikopter yang tidak memenuhi spesifikasi.

Alhasil, helikopter AW-101 tidak bisa dipergunakan sebagai alat angkut militer. Sebab, he­likopter ini semula dibuat untuk keperluan VVIP yang spesifi­kasinya berbeda untuk keperluan angkut militer.

“Padahal uang negara yang digunakan harus memenuhi kriteria kebutuhan. Sehingga pengadaan helikopter AW-101 dinyatakan total loss,” ujar jaksa.

Jaksa pun meminta majelis hakim menghukum Irfan dengan pidana penjara selama 15 tahun dan denda Rp1 miliar subsier 6 bulan kurungan.

Selain itu, membebankan pidana tambahan berupa pem­bayaran uang pengganti sebesar Rp177.712.972.054,60.

Uang itu harus dibayar dalam waktu satu bulan setelah putu­san berkekuatan hukum tetap. Bila tidak dilunasi, maka harta bendanya akan disita dan diram­pas negara untuk menutupinya.

“Dalam hal terdakwa tidak memiliki harta benda atau nilainya tidak mencukupi, maka diganti pidana penjara selama 5 tahun,” jelas jaksa.

Uang pengganti itu diperhitungkan dari uang yang pernah dikembalikan Irfan ke rekening KPK sebesar Rp31.689.290.000. Ditambah Rp139.424.620.909 yang disita jaksa dari pem­bayaran termin III dan termin IV.

Serta pembayaran pembelian helikopter dari PT Diratama Jaya Mandiri kepa­da AgustaWestland sebesar 29.500.000 dolar Amerika atau senilai Rp391.616.035.000.

Dari tiga item itu terkumpul Rp562.729.945.909. Sehingga menurut jaksa, dari nilai proyek Rp738.900.000.000 dikurangi dengan tiga item tersebut, maka Irfan harus membayar Rp176.170.054.091 ke kas negara. Ditambah jasa giro atau bunga yang telah ditarik dari rekening lintas tahun di Bank BNI no­mor rekening 496548213 sebesar Rp1.542.917.963,60.

“Sehingga jumlah keseluruhan kekurangan uang pengganti yang dibebankan kepada terdakwa sebesar Rp177.712.972.054,60,” urai jaksa.

Jaksa juga memohon agar majelis hakim mengabulkan penyitaan uang dari rekening PT Diratama Jaya Mandiri sebesar Rp153.754.705.373. Uang itu hendak dirampas untuk negara.

Dalam merumuskan tuntutan, Jaksa membertimbangkan hal yang memberatkan. Yaitu, Irfan diang­gap tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi, merusak citra TNI Angkatan Udara dan berbelit-belit dalam persidangan.

“Hal meringankan, terdakwa belum pernah dihukum dan mem­punyai tanggungan keluarga,” ujar Arif.

Atas perbuatannya, Irfan dianggap melanggar Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. rm.id

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo